Ordo Templar

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Ordo Templar
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ordo Templar Para Templar, atau lengkapnya, Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus dan Kuil Sulaiman, dibentuk pada tahun 1118, dua puluh tahun setelah tentara salib merebut Yerusalem. Pendiri ordo ini adalah dua ksatria Prancis, Hugh de Payens dan Godfrey de St. Omer. Berawal dari sembilan anggota, ordo ini terus berkembang. Nama kuil Sulaiman dipakai karena mereka membangun basis di gunung kuil, yakni lokasi reruntuhan kuil tersebut. Di sini pula berdiri Dome of the Rock (Qubah As-Sakhrah).

Para Templar menyebut dirinya “tentara miskin”, tetapi dalam waktu singkat mereka menjadi sangat makmur. Mereka mengontrol penuh para peziarah Kristen yang berdatangan dari Eropa ke Palestina, dan menjadi sangat kaya dari uang para peziarah tersebut. Mereka pula yang pertama kali menyelenggarakan sistem cek dan kredit, menyerupai yang ada pada sebuah bank. Menurut penulis Inggris, Michael Baigent dan Richard Leigh, mereka membangun semacam kapitalisme abad pertengahan, dan merintis jalan menuju perbankan modern dengan transaksi mereka yang berbasis bunga. 5

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Ordo Templar
Para Templar inilah yang paling bertanggung jawab atas serangan-serangan pejuang salib dan pembantaian bangsa Muslim. Karena itulah, komandan besar Islam Saladin (Shalahuddin Al Ayyubi), yang mengalahkan pasukan salib pada tahun 1187 pada Pertempuran Hattin, dan kemudian membebaskan Yerusalem, menghukum mati para Templar karena pembunuhan yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ia mengampuni banyak sekali orang Kristen.

Namun, sekalipun kehilangan Yerusalem dan mengalami kekalahan besar, para Templar terus bertahan. Dan walaupun bangsa Kristen terus menyusut di Palestina, mereka meningkatkan kekuatan di Eropa dan, pertama di Prancis, kemudian di negara-negara lain, menjadi negara dalam negara.

Tidak diragukan lagi bahwa kekuatan politik mereka menyusahkan raja-raja Eropa. Tetapi ada segi lain dari para Templar yang segera mengganggu kalangan kependetaan: ordo tersebut sedikit demi sedikit telah menyeleweng dari iman Kristen, dan sewaktu di Yerusalem telah mengambil sejumlah doktrin mistik yang asing. Berkembang juga desas-desus bahwa mereka menyelenggarakan ritus-ritus aneh untuk memberi bentuk pada doktrin mereka.

Akhirnya, pada tahun 1307, Raja Prancis Philip le Bel memutuskan untuk menangkap anggota-anggota ordo ini. Sebagiannya berhasil melarikan diri tetapi kebanyakan mereka tertangkap. Paus Clement V juga bergabung dalam pembersihan ini. Setelah periode panjang interogasi dan pengadilan, banyak anggota Templar mengakui keyakinan 'bidah' mereka, bahwa mereka menolak iman Kristiani dan menghina Yesus dalam misa mereka. Akhirnya, para pemimpin Templar, yang dinamai “Imam Besar (Grand Master)”, mulai dari yang terpenting dari mereka, Jacques de Molay, dihukum mati pada tahun 1314 atas perintah Gereja dan Raja. Kebanyakan mereka dijebloskan ke dalam penjara, dan ordo tersebut tumpas dan secara resmi menghilang.

Segolongan ahli sejarah cenderung melukiskan sidang pengadilan para Templar sebagai konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para ksatria itu tak bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi ini keliru dalam beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris terkenal dengan begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis berbagai aspek ini dalam bukunya, Secret Societies And Subversive Movements. Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar dari bidah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama, selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar disiksa:

Lagipula, apakah pengakuan mereka tampak seperti hasil imajinasi murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya bahwa cerita tentang upacara pembaiatan - yang disampaikan dengan rinci oleh orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang berbeda, namun semuanya saling menyerupai - merupakan karangan semata-mata.

Jika para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita mereka tentu akan saling bertentangan; segala macam ritus liar dan fantastis diteriakkan dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan interogator mereka. Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti mendeskripsikan upacara yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan sentuhan personal si pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut cocok. 6

Bagaimanapun juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan tumpasnya ordo tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara resmi”, ia tidak benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada tahun 1307, beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka. Menurut tesis yang berdasarkan pada berbagai dokumen sejarah, sejumlah besar mereka berlindung di satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak mengakui kekuasaan Gereja Katolik di abad keempat belas, yaitu Skotlandia.

Di sana, mereka menyusun kekuatan kembali di bawah perlindungan Raja Skotlandia, Robert the Bruce. Tak lama kemudian, mereka menemukan penyamaran yang tepat untuk melanjutkan gerakan rahasia mereka: mereka menyusup ke dalam gilda (serikat sekerja) terpenting di Kepulauan Inggris abad pertengahan - loge (pemondokan) para tukang batu, dan segera, mereka menguasai loge-loge ini sepenuhnya. 7

Loge para tukang batu berganti nama pada awal era modern, dengan “Loge masonik”. Ritus Skot merupakan cabang Masonry tertua, dan berasal mula di awal abad keempat belas, dari para Templar yang berlindung di Skotlandia. Dan, nama-nama yang diberikan kepada tingkat tertinggi dalam Ritus Skot adalah gelar-gelar yang diberikan kepada para ksatria dalam ordo Templar berabad-abad sebelumnya.

Pendeknya, para Templar tidak tertumpas, sebaliknya filsafat serta berbagai kepercayaan dan upacara mereka tetap berlangsung di balik samaran Freemasonry. Tesis ini didukung oleh banyak bukti sejarah, dan diterima saat ini oleh banyak ahli sejarah Barat, baik mereka anggota Freemasonry ataupun tidak. Dalam buku kami, Ordo Masonik Baru, bukti ini dikaji secara terperinci.

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Ordo Templar
Tesis yang mengusut akar Masonry ke Ordo Templar seringkali dirujuk di dalam majalah-majalah yang diterbitkan oleh para Mason untuk kalangannya sendiri. Para Mason sangat menerima pendapat ini. Salah satu majalah ini bernama Mimar Sinan (terbitan Freemason Turki), yang menggambarkan hubungan antara Ordo Templar dengan Freemasonry dalam kata-kata berikut ini:

Di tahun 1312, ketika Raja Prancis, di bawah tekanan Gereja, membubarkan Ordo Templar dan memberikan hak-hak mereka kepada para Ksatria St. John di Yerusalem, aktivitas para Templar tidak berhenti. Sebagian besar Templar berlindung di berbagai loge Freemason yang beroperasi di Eropa pada saat itu. Pemimpin para Templar, Mabeignac, bersama beberapa anggota lainnya, mendapatkan perlindungan di Skotlandia dengan menyamar sebagai seorang tukang batu bernama Mac Benach. Raja Skot, Robert the Bruce, menyambut mereka dan mengizinkan mereka mengembangkan pengaruh besar terhadap loge-loge Mason di Skotlandia. Sebagai hasilnya, loge-loge Skot meraih peran penting dari sisi keahlian dan ide-ide mereka.

Freemason masa kini menggunakan nama Mac Benach dengan penuh hormat. Para Mason Skot, yang mewarisi pusaka para Templar, mengembalikannya ke Prancis bertahun-tahun kemudian dan membangun dasar bagi ritus yang dikenal sebagai Ritus Skot di sana. 8

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Ordo Templar
Sekali lagi, Mimar Sinan memberikan banyak informasi tentang hubungan antara Templar dan Freemasonry. Di dalam sebuah artikel berjudul “Templar dan Freemason” dinyatakan bahwa “ritual-ritual upacara pembaiatan Ordo Templar menyerupai Freemasonry masa kini.” 9 Menurut artikel yang sama, sebagaimana di dalam Masonry, para anggota Ordo Templar saling memanggil “saudara”. 10 Pada bagian akhir artikel tersebut, tercantum:

Ordo Templar dan organisasi Mason saling memengaruhi dengan sangat mencolok. Bahkan ritual-ritual dari berbagai lembaga begitu mirip sehingga bagaikan disalin dari para Templar. Dalam hal ini, para Mason telah mengidentifikasi diri mereka kepada para Templar begitu jauh dan dapat dikatakan bahwa apa yang dipandang sebagai esoterisme (kerahasiaan) asli Masonik sampai tingkatan yang penting merupakan warisan dari para Templar. Ringkasnya, sebagaimana kami sebutkan pada judul esei ini, kita dapat katakan bahwa titik berangkat dari seni megah Freemansory dan garis esoteris-awalnya milik para Templar dan ujung panahnya milik para Freemason.11

Akhirnya, kami katakan, jelas bahwa Freemasonry mengakar hingga ke Ordo Templar, dan bahwa para Mason telah mengadopsi filsafat ordo ini. Para Mason sendiri menerimanya. Tetapi sudah tentu, hal penting bagi pembahasan kita adalah sifat dasar dari filsafat ini. Apa yang membawa mereka ke situ? Mengapa mereka mengalami perubahan seperti itu di Yerusalem? Apa dampak dari filsafat yang diadopsi para Templar ini, melalui perantaraan Masonry, kepada dunia?

Pejuang Salib

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Pejuang Salib
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Pejuang Salib Umumnya ahli sejarah beranggapan bahwa Freemasonry berawal mula dari Perang Salib. Meskipun Masonry baru terbentuk dan diakui secara res-mi di Inggris pada awal abad ke-18, sebenarnya organisasi tersebut mengakar jauh hingga ke Perang Salib di abad ke-12. Di pusat kisah yang umum dikenal ini terdapat suatu ordo tentara salib yang dinamakan Ksatria Templar atau para Templar.

Enam tahun sebelum buku ini, buku kami yang berjudul New Masonic Order (Ordo Masonik Baru), mengkaji sejarah para Templar dengan amat terperinci. Jadi, kali ini hanya akan diberikan ikhtisarnya. Sebab, begitu kita menganalisis akar dari Masonry, dan pengaruhnya pada dunia, kita menemukan arti dari “Freemasonry Global”.

Betapapun banyaknya yang bersikeras bahwa Perang Salib adalah ekspedisi militer yang dilakukan atas nama iman Kristiani, pada dasarnya keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Pada periode Eropa dilanda kemiskinan dan kesengsaraan yang berat, kemakmuran dan kekayaan bangsa Timur, terutama bangsa Muslim di Timur Tengah, menarik perhatian bangsa Eropa.

Walaupun menggunakan wajah agama, dan dihiasi dengan simbol-simbol Kristiani, gagasan Perang Salib sebenarnya lahir dari hasrat akan keuntungan duniawi. Inilah yang menyebabkan perubahan tiba-tiba dari kebijakan cinta damai sebelumnya di kalangan Kristen Eropa pada periode awal sejarah mereka, kepada agresi militer.

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Pejuang Salib
Pengagas Perang Salib adalah Paus Urban II. Pada tahun 1095, ia menyelenggarakan Konsili Clermont, di mana doktrin Kristen sebelumnya yang cinta damai ditinggalkan. Perang suci diserukan, dengan tujuan untuk merebut tanah suci dari tangan bangsa Muslim. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan konsili, dibentuklah pasukan Pejuang Salib yang amat besar, terdiri dari para tentara, dan puluhan ribu rakyat biasa.

Para ahli sejarah percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh keinginannya untuk merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan. Sedangkan di balik sambutan penuh semangat dari para raja, pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka pada dasarnya bersifat keduniaan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Donald Queller dari Universitas Illinois:

“Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah.... Sejumlah besar orang miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.” 1

Sepanjang jalan, massa yang serakah ini membantai banyak orang Muslim, dan bahkan Yahudi, dengan harapan untuk menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang salib bahkan membelah perut korban-korban mereka untuk menemukan emas dan batu-batu berharga yang mungkin telah mereka telan sebelum mati. Begitu besarnya keserakahan para pejuang salib akan harta, sehingga tanpa sesal mereka merampok kota Kristen Konstantinopel (Istanbul) pada Perang Salib IV, dan melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di Hagia Sophia.

Property Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: Pejuang Salib
Setelah perjalanan yang panjang dan sulit, serta begitu banyak perampasan dan pembantaian orang-orang Muslim, gerombolan campur aduk yang disebut Pejuang Salib ini mencapai Yerusalem di tahun 1099. Ketika akhirnya kota itu jatuh, setelah pengepungan selama hampir lima minggu, para Pejuang Salib masuk. Mereka melakukan kebuasan hingga tingkatan yang jarang disaksikan dunia. Semua orang Muslim dan Yahudi di kota itu mati di ujung pedang.

Dalam narasi seorang ahli sejarah:

“Mereka membunuh semua orang Saraken dan Turki yang mereka temukan… baik lelaki maupun wanita.”2

Salah seorang Pejuang Salib, Raymond of Aguiles, menyombongkan kekejaman ini:

Tampaklah pemandangan yang menakjubkan. Sebagian orang-orang kami (dan ini lebih murah hati) memenggal kepala-kepala musuh; yang lainnya memanah mereka, sehingga berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi menyiksa lebih lama dengan melemparkan mereka ke dalam api. Gundukan kepala, tangan, dan kaki tampak di jalan-jalan kota.

Orang harus mencari jalan di antara mayat-mayat manusia dan kuda. Tetapi ini belum apa-apa dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat kebaktian keagamaan biasanya dinyanyikan… di dalam Kuil dan serambi Sulaiman, orang-orang berkuda berkubang darah hingga ke lutut dan tali kekang mereka. 3

Selama dua hari, pasukan Pejuang Salib membunuh sekitar 40.000 Muslim dengan cara yang sangat biadab. 4 Pejuang salib kemudian menjadikan Yerusalem ibukota mereka, dan membangun Kerajaan Latin yang membentang dari perbatasan Palestina hingga ke Antioch (Antakia).

Selanjutnya, para pejuang salib mulai berupaya untuk memperjuangkan posisinya di Timur Tengah. Untuk mempertahankan apa yang telah mereka bangun, mereka perlu mengorganisirnya. Untuk itu mereka membentuk ordo-ordo militer, dalam bentuk yang belum pernah ada sebelumnya. Anggota ordo-ordo ini datang dari Eropa ke Palestina, dan tinggal di semacam biara, di mana mereka menerima latihan militer untuk memerangi orang Muslim.

Secara khusus, salah satu dari ordo-ordo ini berbeda dengan yang lainnya. Ia mengalami transformasi yang akan memengaruhi jalannya sejarah.

Namanya: Ordo Templar.

Apa itu Waktu?

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Apa itu Waktu?-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Apa itu Waktu? Sedikit saja ide yang telah merasuki kesadaran manusia sedalam ide tentang waktu. Ide tentang waktu dan ruang telah mengganggu pemikiran manusia selama ribuan tahun. Hal-hal ini sekilas nampak sederhana dan mudah dipahami, karena mereka sangat dekat dengan pengalaman sehari-hari.

Segala hal hadir dalam ruang dan waktu, sehingga mereka nampak sebagai hal-hal yang akrab dengan kita. Walau demikian, apa yang akrab dengan kita tidaklah otomatis dipahami. Dengan penelitian yang lebih dekat, ruang dan waktu bukanlah hal yang mudah dipahami. Di abad ke-5, Santo Agustinus mengatakan:

"Lalu, apakah waktu itu? Jika tidak ada yang bertanya, saya tahu apa waktu itu. Jika saya ingin menjelaskannya pada seseorang yang bertanya kepada saya, saya tidak tahu."

Kamus juga tidak banyak bermanfaat. Waktu didefinisikan sebagai "satu periode", dan satu periode didefinisikan sebagai "waktu". Kita tidak tambah pintar, bung! Pada kenyataannya, hakikat waktu dan ruang adalah sebuah masalah filsafat yang cukup kompleks.

Manusia jelas membedakan antara yang lalu dan yang akan datang. Satu rasa tentang waktu, walau demikian, tidaklah unik milik manusia atau hewan. Berbagai organisme sering memiliki "jam internal", seperti tumbuhan, yang berputar ke satu sisi di kala siang, dan ke sisi yang lain di kala malam. Waktu adalah satu pernyataan objektif tentang keadaan material yang berubah. Hal ini ditunjukkan bahkan oleh cara kita ketika berbicara tentangnya. Sangat jamak kita bicara tentang waktu yang "mengalir". Pada kenyataannya, hanya materi yang berbentuk cairan yang mengalir.

Waktu bukan sekedar hal yang subjektif. Ia adalah cara kita menyatakan satu proses aktual yang hadir dalam dunia fisik. Waktu hanyalah satu pernyataan akan fakta bahwa segala materi hadir dalam sebuah keadaan yang terus berubah. Adalah takdir dan keharusan bagi semua hal yang material untuk berubah menjadi hal yang lain daripada dirinya sendiri. "Segala hal yang ada layak untuk dihancurkan."

Satu rasa tentang irama mendasari segalanya: detak jantung manusia, irama dalam berbicara, pergerakan dari bintang-bintang dan planet-planet, pasang naik dan pasang surut, pergantian musim. Hal-hal ini terukir sangat dalam pada kesadaran manusia, bukan sebagai pencitraan yang acak, tapi sebagai gejala riil yang menyatakan satu kebenaran mendasar tentang alam raya. Di sini intuisi manusia tidaklah keliru. Waktu adalah cara untuk menyatakan perubahan dalam keadaan dan pergerakan yang merupakan ciri tak terpisahkan dari materi dalam segala bentuknya.

Dalam tata bahasa, kita memiliki tenses: past tense, future tense dan present tense. Penaklukan kolosal yang dilakukan nalar manusia memungkinkannya untuk membebaskan dirinya sendiri dari perbudakan waktu, untuk mengatasi situasi kongkrit dan menjadi "hadir" ['present'], bukan hanya di sini dan sekarang, tapi juga di masa lalu dan di masa datang, setidaknya di dalam pikiran.

Waktu dan gerak adalah dua konsep yang tidak terpisahkan. Keduanya hakiki bagi semua kehidupan dan semua pengetahuan di dunia, termasuk tiap perwujudan yang diambil oleh pikiran dan khayalan. Pengukuran, batu penjuru dari semua ilmu pengetahuan, akan mustahil tanpa ruang dan waktu. Musik dan tari didasarkan atas waktu. Seni sendiri mencoba mencapai satu rasa tentang waktu dan gerak, yang hadir bukan hanya diwakilkan oleh enerji fisik tapi juga oleh disainnya.

Warna, bentuk dan garis dari sebuah lukisan membimbing mata melintasi permukaan dalam irama dan tempo tertentu. Inilah yang menumbuhkan rasa, ide dan emosi tertentu pada kita setelah kita menikmati karya seni tersebut. Keabadian adalah kata yang sering digunakan untuk menggambarkan berbagai karya seni, tapi justru sebenarnya menyatakan persis kebalikan dari apa yang dimaksudkan. Kita tidak akan dapat merasakan ketiadaan waktu, karena waktu hadir dalam segala sesuatunya.

Ada satu perbedaan antara ruang dan waktu. Ruang dapat juga menyatakan perubahan, sebagaimana perubahan dalam posisi. Materi hadir dan bergerak melalui ruang. Tapi jumlah cara yang dapat dilalui oleh perubahan ini besar tak berhingga: maju, mundur, naik atau turun, dengan derajat apapun. Pergerakan dalam ruang juga dapat berlaku kebalikannya. Pergerakan dalam waktu tidak dapat diputar balik. Keduanya adalah dua cara yang berbeda (bahkan bertentangan) dalam menyatakan satu ciri yang hakiki dari materi - perubahan. Inilah satu-satunya Kemutlakan yang ada.

Ruang adalah "kembaran" materi, kalau kita pakai istilah Hegel, sementara ruang adalah proses di mana materi (dan energi, yang merupakan pernyataan lain materi) terus-menerus berubah menjadi hal yang lain daripada dirinya sendiri. Waktu - "api yang menelan kita semua" - biasanya dilihat sebagai suatu hal yang destruktif.

Tapi sebenarnya waktu juga merupakan pernyataan dari proses permanen penciptaan diri sendiri [self-creation], di mana materi terus-menerus berubah menjadi bentuk-bentuk lain yang jenisnya tak berhingga. Proses ini dapat dilihat dengan cukup jelas dalam materi-materi yang anorganik, terutama di tingkat sub-atomik.

Pandangan tentang perubahan, seperti yang dinyatakan dalam berlalunya waktu, dengan dalam merasuki kesadaran manusia. Inilah basis dari semua unsur tragis dalam kesusastraan, perasaan sedih karena berlalunya kehidupan, yang mencapai bentuknya yang paling indah dalam soneta-soneta Shakespeare, seperti yang satu ini, yang dengan gemilang menggambarkan satu rasa akan pergerakan waktu yang penuh keresahan:

"Like as the waves make toward the pebbled shore, So do our minute hasten to their end; Each changing place with that which goes before, In sequent toil all forward to contend."
["Laksana ombak yang melaju ke pantai berpasir, demikianlah menit demi menit berpacu menuju kehancuran; semuanya bertukar tempat dengan para pendahulu, berturutan mereka menyeret diri ke dalam pertempuran"]

Kemustahilan kita untuk membalik waktu tidak hanya berlaku untuk mahluk-mahluk hidup. Bukan hanya manusia, tapi bintang-bintang dan galaksi juga dilahirkan dan mengalami kematian. Perubahan berlaku untuk segala hal, tapi bukan hanya dalam makna yang negatif. Berdampingan dengan kematian, hadirlah kehidupan, dan keteraturan lahir secara spontan dari kekacauan. Tanpa kematian, kehidupan itu sendiri tidaklah akan dimungkinkan. Tiap orang bukan hanya sadar akan dirinya sendiri, tapi juga akan negasi dari diri mereka, dari batasan terhadap diri mereka sendiri. Kita dari alam dan akan kembali ke alam.

Mahluk-mahluk fana memahami bahwa sebagai mahluk fana mereka akan menemui kematian di ujung jalan yang mereka tempuh. Sebagaimana kitab Ayub mengingatkan kita:

"Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan."[i]

Hewan tidaklah gentar akan kematian dengan cara yang sama dengan kita karena mereka tidak memahaminya seperti kita. Umat manusia telah berupaya meloloskan diri dari takdir mereka dengan mendirikan perkumpulan-perkumpulan istimewa yang menjanjikan satu kehidupan khayal setelah kematian.

Ide tentang hidup abadi hadir dalam hampir tiap agama melalui bentuk yang satu atau yang lain. Inilah kekuatan penggerak di balik satu kehausan egoistis bagi suatu keabadian khayal dalam Surga yang tak kelihatan, yang diangankan akan menjadi penghiburan bagi "Lembah Kedukaan" yang ada di bumi yang penuh dosa ini. Maka, selama berabad-abad, manusia telah diajari untuk menyerah pasrah pada penderitaan dan kerasnya hidup di dunia karena mengharapkan satu hidup yang penuh kebahagiaan - setelah mereka mati.

Bahwa setiap individu harus meninggalkan dunia ini, itu semua orang tahu. Di masa datang, usia hidup manusia akan diperpanjang jauh melampaui harapan hidup "alamiah"-nya; walau demikian, kematian itu pasti akan datang. Tapi, apa yang terjadi pada individu tidak harus terjadi pada spesies. Kita terus hidup melalui anak-anak kita, melalui ingatan kawan-kawan kita dan melalui sumbangan yang kita buat untuk perbaikan nasib umat manusia. Inilah satu-satunya keabadian yang harus kita kejar.

Bergenerasi umat manusia akan datang dan pergi, tapi akan selalu digantikan oleh generasi yang baru, yang akan mengembangkan dan memperkaya cakupan aktivitas dan pengetahuan umat manusia. Pencarian sejati bagi keabadian diwujudkan dalam proses tanpa henti atas perkembangan dan penyempurnaan manusia, karena umat manusia akan terus memperbaharui diri dalam tingkatan yang semakin lama semakin tinggi. Tujuan tertinggi yang dapat kita tetapkan bagi diri kita sendiri, dengan demikian, bukanlah satu firdaus khayal nun jauh di atas sana, tapi untuk berjuang meraih kondisi sosial riil yang akan memungkinkan pembangunan firdaus di bawah sini, di dunia ini.

Sejak pengalaman kita yang paling awal, kita telah mencapai pemahaman tentang pentingnya waktu. Sehingga sangatlah mengejutkan bahwa masih ada orang yang beranggapan bahwa waktu adalah suatu khayalan, satu ciptaan pikiran belaka. Ide ini telah bertahan bahkan sampai saat ini. Pada kenyataannya, ide bahwa waktu dan perubahan adalah sekedar khayalan bukanlah sesuatu yang baru. Ia hadir dalam agama-agama kuno seperti Buddhisme, dan juga dalam filsafat idealis seperti Phytagoras, Plato, dan Potinus.

Aspirasi dari Buddhisme adalah untuk mencapai nirwana, satu keadaan di mana waktu berhenti berputar. Heraclitus, bapak dialektika, memahami dengan tepat hakikat waktu dan perubahan, ketika ia menulis bahwa "segalanya adalah dirinya sendiri sekaligus bukan dirinya sendiri, karena segalanya selalu berada dalam fluktuasi" dan "kita melangkah dan juga sekaligus tidak melangkah dalam arus yang sama, kita adalah diri kita sendiri dan sekaligus bukan."

Ide tentang perubahan sebagai sesuatu yang siklik adalah hasil dari masyarakat pertanian yang sangat bergantung pada perubahan cuaca. Cara hidup statis yang berakar dalam cara produksi masyarakat-masyarakat terdahulu menemukan perwujudannya dalam filsafat-filsafat yang statis. Gereja Katolik tidak sanggup mencerna kosmologi ala Copernicus dan Galileo karena itu adalah sebuah tantangan bagi pandangan mereka terhadap dunia dan masyarakat. Hanya dalam masyarakat kapitalislah perkembangan industri berlangsung sedemikian rupa sehingga sanggup menggerus irama masyarakat pedesaan yang kuno dan lambat itu.

Bukan hanya perbedaan dalam iklim kini diabaikan dalam produksi, tapi bahkan perbedaan siang dan malam, karena mesin-mesin bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 52 minggu per tahun, di bawah sorotan sinar buatan manusia. Kapitalisme telah merevolusionerkan pikiran manusia. Walau demikian, kemajuan pikiran itu terbukti jauh lebih lambat dari kemajuan industri. Konservatisme pikiran ditunjukkan dalam upaya yang terus muncul untuk terus mempertahankan ide-ide lama, ketidakpastian kuno yang seharusnya sudah dikubur sejak lama dan, akhirnya, pada harapan yang telah bertahan melewati berbagai jaman akan satu kehidupan setelah kematian.

Ide bahwa jagad ini harus memiliki awal dan akhir telah dibangkitkan kembali pada dasawarsa mutakhir ini oleh teori kosmologi mengenai Ledakan Besar ["the Big Bang"]. Teori ini niscaya yang melibatkan satu mahluk supernatural yang menciptakan dunia dari ketiadaan menurut satu rencana yang tak dapat kita pahami, dan memeliharanya selama Ia menganggapnya perlu. Kosmologi religius kuno dari Musa, Yesaya, Tertullian dan Timaeus-nya Plato, dengan menakjubkan bangkit kembali dalam tulisan-tulisan dari beberapa kosmologis dan fisikawan teoritik modern.

Tidak ada sesuatupun yang baru dalam hal ini. Tiap sistem sosial yang memasuki tahap kemunduran yang tak dapat dihentikan lagi selalu mengajukan gambaran bahwa dirinya adalah akhir dari segala jaman, akhir dari dunia atau, lebih baik lagi, akhir dari jagad raya. Walau demikian, jagad raya ini masih terus berputar, tanpa mempedulikan takdir yang menimpa formasi sosial yang fana di dunia ini.

Umat manusia terus hidup, berjuang dan, sekalipun terjadi kemunduran-kemunduran, terus berkembang dan maju. Sehingga satu masa akan menyiapkan masa yang lebih maju dan lebih tinggi dari yang sebelumnya. Dan, secara prinsip, tidak ada batasan untuk hal ini.

Ancamana Global Freemasonry

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Ancamana Global Freemasonry Ke-1-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ancamana Global Freemasonry Ke-1 Selama berabad-abad, Freemasonry telah memancing banyak diskusi. Sebagian orang menuduhkan aneka kejahatan dan hal buruk yang fantastis kepada Masonry. Alih-alih mencoba memahami “Persaudaraan” tersebut dan mengkritisinya secara objektif, mereka bersikap sangat bermusuhan terhadapnya. Sebaliknya, para Mason kian bersikukuh dengan tradisi tutup mulut terhadap semua tuduhan ini, dan lebih memilih untuk tampil sebagai klub sosial biasa yang bukanlah bentuk sejati mereka.

Buku ini berisi paparan yang pas tentang Masonry sebagai suatu aliran pemikiran. Pengaruh terpenting yang menyatukan para Mason adalah filsafat mereka yang paling tepat dideskripsikan sebagai “materialisme” dan “humanisme sekuler”. Namun, Masonry adalah suatu filsafat keliru yang berlandaskan pada berbagai anggapan yang salah dan teori yang cacat. Inilah hal mendasar yang mesti menjadi titik tolak untuk mengkritisi Masonry.

Pentingnya kritisisme semacam itu perlu diungkapkan sejak awal, tidak hanya untuk menjelaskan subjek ini kepada non-Mason, tetapi juga untuk mengajak para Mason sendiri memahami kebenaran. Tentu saja, sebagaimana orang lain, para Mason bebas memilih sendiri, dan dapat mengambil cara pandang apa pun yang mereka inginkan tentang dunia dan hidup sesuai dengannya. Ini adalah hak asasi mereka. Tetapi, orang lain pun punya hak untuk memaparkan dan mengkritisi kekeliruan-kekeliruan mereka, dan itulah yang coba dilakukan buku ini.

Kami pun menggunakan pendekatan yang serupa dalam kritisisme kami terhadap komunitas lainnya. Terhadap orang Yahudi misalnya. Sebagian buku ini juga bertalian dengan sejarah Yahudi dan mengajukan berbagai kritisisme tertentu yang penting. Harus dikemukakan bahwa semua ini tidak ada hubungannya dengan anti-Semitisme atau teori konspirasi “Yahudi-Masonik”.

Memang, anti-Semitisme adalah sesuatu yang tak layak bagi seorang Muslim sejati. Orang Yahudi pada suatu masa telah menjadi bangsa yang dipilih oleh Allah, dan kepada mereka dikirimkan-Nya banyak Nabi. Sepanjang sejarah mereka telah ditimpa banyak kekejaman, bahkan menjadi korban pemusnahan massal, tetapi mereka tidak pernah menanggalkan identitas mereka.

Di dalam Al Quran, Allah menyebut mereka, bersamaan dengan orang Nasrani, sebagai ahli kitab, dan memerintahkan orang Islam memperlakukan mereka dengan baik dan adil. Tetapi, bagian penting dari sikap adil ini adalah mengkritisi berbagai keyakinan dan praktik yang salah dari sebagian mereka, menunjukkan kepada mereka jalan menuju kebenaran sejati. Tetapi tentu saja, hak mereka untuk hidup sesuai dengan apa yang mereka percayai dan kehendaki tak perlu dipertanyakan lagi.

Buku Ancaman Global Freemasonry ini berangkat dari premis tersebut, dan secara kritis menelusuri akar Masonry, juga sasaran dan aktivitasnya. Dalam buku ini, pembaca juga akan menemukan ikhtisar sejarah pertarungan para Mason melawan agama-agama ketuhanan. Freemason memainkan peranan penting dalam alienasi Eropa dari agama, dan seterusnya, membangun ordo baru yang berlandaskan kepada filsafat materialisme dan humanisme sekuler.

Kita juga akan memahami bagaimana pengaruh Masonry dalam penekanan dogma-dogma ini kepada peradaban non-Barat. Akhirnya, kita akan membahas metode-metode yang digunakan Masonry untuk membantu pengembangan dan pelestarian tatanan sosial yang berdasarkan dogma-dogma ini. Filsafat mereka dan metode yang mereka gunakan untuk mengembangkan filsafat ini akan didedah dan dikritisi.

Diharapkan bahwa fakta-fakta penting yang diuraikan di dalam buku ini akan menjadi sarana bagi banyak orang, termasuk para Mason sendiri, agar mampu melihat dunia dengan kesadaran yang lebih baik.

Setelah membaca buku ini, pembaca akan mampu mempertimbangkan banyak hal, dari aliran filsafat hingga kepala berita surat kabar, dari lagu rock hingga berbagai ideologi politik, dengan pemahaman yang lebih dalam, serta melihat dengan lebih baik arti dan tujuan di belakang berbagai peristiwa dan faktor.