Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat Selain mendatangkan 150.000 wajib militer dari Belanda, Belanda juga merekrut sekitar 65.000 pribumi dari bekas jajahannya. 

Di antaranya sekitar 5.000 dari Maluku. Selebihnya dari berbagai etnis di wilayah bekas jajahan belanda. Kebanyakan adalah mereka, yang sebelum agresi militer Jepang tahun 1942, sudah menjadi tentara KNIL.

Beberapa mantan perwira pertama dan serdadu KNIL menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17.8.1945, namun sebagian terbesar termasuk para perwira menengahnya memilih untuk tetap mendukung belanda.

Sepak Terjang Pribumi Pro Belanda

Hingga saat ini, mengenai pernyataan para pribumi yang membantu belanda adalah upaya belanda menguasai Indonesia, belum pernah diungkap, apalagi dibahas. Padahal peran para pribumi ini, yang waktu itu belum sebagai warganegara Republik Indonesia, sangat signifikan, terutama dalam membocorkan dokumen-dokumen, rencana-rencana pemerintah RI dan TNI serta dalam peristiwa pembantaian puluhan ribu rakyat, sangat penting.

Di buku-buku mengenai perjuangan mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 – 1950 sering ditulis mengenai adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh peribumi untuk memberikan informasi ke pihak belanda. Beberapa pengkhianatan berakibat sangat fatal untuk puluhan ribu jiwa.

Eksekusi di tempat yang dilakukan oleh Westerling dan anak buahnya di Sulawesi Selatan (setelah pemekaran, sebagian kini termasuk Provinsi Sulawesi barat) terhadap rakyat pendukung Republik Indonesia, dilakukan berdasarkan informasi dari penduduk setempat yang menjadi mata-mata belanda.

Sesuai daftar nama yang diberikan, maka orang-orang tersebut ditembak di tempat. Tragisnya, setelah eksekusi para pendukung Republik Indonesia, para informan tersebut juga ditembak mati di tempat.

Hal ini juga terjadi a.l. di desa Galung Lombok, dekat Majene, Sulawesi Barat. Pada 1 Februari 1947 pasukan elitWesterling Depot Speciaale Troepen (DST) di bawah komando Letnan Vermeulen mengumpulkan ribuan penduduk dari Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar untuk menyaksikan eksekusi terhadap pendukung Republik Indonesia.

Berdasarkan daftar nama yang diberikan oleh para informan, tahap awal 29 orang ditembak satu-persatu. Kemudian gelombang kedua, secara acak ditembak lebih dari 200 orang.

Kemudian karena ada laporan bahwa pejuang Indonesia membunuh tiga orang prajurit belanda yang akan memperkosa seorang wanita, Vermeulen memerintahkan untuk menembak ke arah kerumunan massa. Hanya dalam waktu beberapa jam, keseluruhan lebih dari 700 orang ditembak mati di tempat, termasuk para informan pribumi. Di antara yang tertembak mati ada seorang wanita hamil dan anak-anak.

Demikian juga yang terjadi di desa Rawagede, dekat Karawang pada 9 Desember 1947, satu hari setelah dimulainya perundingan perdamaian di atas Kapal Renville. Pada waktu itu tentara belanda terus memburu Kapten Lukas Kustaryo dan anak-buahnya. Berdasarkan informasi dari mata-matanya, tentara belanda mendapat informasi, bahwa Kapten Lukas berada di desa Rawagede. Pada pagi buta desa tersebut dikepung dan dimulai menyisir rumah penduduk satu-persatu. Namun tidak ada seorangpun anggota TNI.

Karena penduduk setempat tidak mau memberitahu keberadaan Kapten Lukas dan pasukan TNI, maka komandan pasukan belanda, Mayor Aflons Wijnen memerintah kan anak buahnya untuk membunuh semua laki-laki di atas usia 15 tahun. Namu ternyata di antara 431 penduduk laki-laki yang dibunuh, juga ada seorang bocah berusia 12 tahun. Sebagian yang ditembak di tepi sungai di musim hujan, langsung hanyut ke laut.

Karena tidak ada satupun penduduk laki-laki, maka para janda wanita dan anak-anak terpaksa menguburkan mayat-mayat penduduk laki-laki. Hari itu ada seorang wanita yang harus menguburkan ayah, suami dan dua putranya. Ini semua ulah dari pribumi yang menjadi mata-mata belanda.

Peristiwa Madiun September 1948 adalah rancangan belanda, dalam mempersiapkan agresi militernya yang terbesar terhadap Republik Indonesia pada 19 Desember 1948. Yang sangat berperan di sini adalah “van der Plas Connection” yang dibentuk Januari 1942.

Untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun, TNI mengerahkan seluruh pasukan, baik dari Divisi I Jawa Timur, termasuk Brigade Mobil Polisi, pasukan Divisi II dan Divisi III Jawa tengah, serta pasukan Divisi Siliwangi, yang akibat persetujuan Renville harus keluar dari jawa Barat. Hal ini mengakibatkan, bahwa di Ibukota Yogyakarta tidak ada satu batalyon pun.

Di tengah kekosongan pasukan di Yogyakarta, pada 19 Desember 1948 belanda mekancarkan agresi militernya secara besar-besaran terhadap seluruh wilayah Republik Indonesia. Pada waktu itu sedang berlangsung perundingan antara Indonesia dengan belanda yang difasilitasi oleh PBB, dan komisi PBB dipimpin oleh orang Amerika.

Serangan terhadap Ibukota Yogyakarta dimulai dengan menduduki lapangan terbang Maguwo. Di pagi hari pukul 06.45, bersamaan dengan pendaratan tentara belanda di Maguwo, Wakil Tinggi Mahkota Belanda (HoogeVertegenwoordiger van de Kroon – HVK) Dr. Willem Drees, menyampaikan pidato di radio, di mana dia menyatakan, bahwa belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.

Mulusnya penyerangan dan pendaratan tentara belanda di lapangan terbang Maguwo dekat Yogyakarta, dikarenakan telah terjadi pengkhianatan besar di pihak Republik Indonesia. Ada yang memerintahkan agar ranjau di Maguwo di cabut dan senjata berat ditarik dari Maguwo.

Akibatnya, satu-satunya lapangan terbang dekat Ibukota RI Yogyakarta, Maguwo hanya dijaga oleh 150 tentara dengan senjata ringan. Tentara belanda tidak mendapat kesulitan untuk menghancurkan pertahanan ringan di Maguwo. Seluruhnya 150 TNI ditembak mati, tak ada yang tersisa. Ini diduga untuk menutup mulut siapa pengkhianat di tubuh RI. Di pihak tentara belanda tidak ada satupun korban jiwa.

Di masa perang gerilya, pada 1 Januari 1949 Panglima divisi III/Gubernur Militer III Kolonel Bambang Sugeng mengeluarkan Instruksi Rahasia, yang isinya memberi perintah kepada seluruh pasukan di wilayah Divisi III, Jawa tengah Bagian Barat, agar melancarkan serangan serentak pada 17 Januari 1949. Instruksi Rahasia tersebut ada yang membocorkan ke pihak belanda.

Akibatnya, untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari gerilyawan Indonesia, di daerah Kranggan, dekat Temanggung, setiap pemuda Indonesia yang ditemui di jalan ditangkap, dan langsung dibawa ke tepi Kali Progo, kemudian langsung ditembak mati. Pembunuhan ini berlangsung samapi bulan Januari 1949. Diperkirakan sekitar 1.500 pemuda Indonesia tewas dengan cara ini. Di tepi Kali Progo dibangun Monumen untuk mengenang peristiwa ini.

Ironisnya, pada 10 Desember 1948 belanda ikut menandatangani Pernyataan Umum PBB mengenai HAM (Universal Declaration of Human Rights). Sembilan hari kemudian, belanda melancarkan agresi militernya di mana selama masa agresi militer tersebut puluhan ribu penduduk sipil non-combatant, dibunuh tanpa proses hukum apapun.

Demikian secuil kisah para informan belanda yang berakibat fatal untuk rakyat Indonesia.

Konferensi Meja Bundar (KMB) dan sesudahnya

Di masa agresinya sampai gencatan senjata pada 10 Agustus 1949, belanda berhasil mendirikan 15 Negara-negara atau daerah otonom, di mana para penguasanya adalah orang-orang yang pro belanda.

Dari 23 Agustus – 2 November 1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag, belanda dengan hasil, didirikannya Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Parlemen RIS.

Menjelang dimulainya KMB, semua kasus kejahatan yang dilakukan oleh tentara belanda ditutup. Namun pada 5 September 1949, di tengah perundingan perdamaian di belanda, hukuman mati terhadap seorang pemuda pejuang Indonesia, Wolter Robert Mongisidi dilaksanakan.

Sejarah mencatat, tak lama setelah berdiri, di beberapa Negara Bagian RIS bentukan belanda timbul kemarahan rakyatnya yang sejak awal tidak setuju dengan pembentukan Negara yang terpisah dari Republik Indonesia dan pergolakan rakyat tak dapat dicegah oleh pemerintah-pemerintah bentukan Belanda.

Beberapa pemerintahan Negara Bagian kemudian dipaksa oleh rakyatnya untuk membubarkan diri atau dibubarkan secara paksa oleh rakyatnya, sehingga pada bulan April 1950, hanya tinggal 3 Negara Bagian RIS yang tersisa, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT).

Dengan persetujuan NST dan NIT, pada 19 Mei 1950 Pemerintah Republik Indonesia (RI) di bawah pimpinan Mr. Assaat Datuk Mudo mengadakan perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Dicapai kesepakatan untuk kembali membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada 12 Agustus 1950, KNIP Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara NKRI yang telah disusun oleh panitia bersama, dan pada 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Undang-Undang Dasar Sementara untuk NKRI.

Tanggal 15 Agustus Perdana Menteri RIS M. Hatta menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RIS Sukarno. Demikian juga dengan Mr. Assaat Datuk Mudo –Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia- yang menyerahkan mandatnya kepada Presiden RIS. Setelah itu Presiden RIS Sukarno menyatakan pembubaran Republik Indonesia Serikat dan pada 17 Agustus 1950 Ir. Sukarno mengumumkan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kudeta APRA Westerling pada 23 Januari 1950 yang didalangi oleh Pangeran Bernard, suami dari Ratu Juliana bersama Sultan Hamid II dari Kalimantan, dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang juga adalah rancangan belanda mengalami kegagalan total. Kemudian terjadi konspirasi tingkat tinggi militer dan sipil belanda untuk menyelamatkan Westerling kembali ke belanda, di mana dia dielu-elukan sebagai pahlawan.

Sekitar 4.000 bekas KNIL etnis Maluku bersama keluarganya diboyong ke belanda. Kemudian berdasarkan keputusan kerajaan tanggal 20 Juli 1950, pada 26 Juli 1950 pukul 00.00, setelah berumur sekitar 120 tahun,Koninklijk Nederlands-Indisch Leger atau KNIL dinyatakan bubar.

Sesuai dengan hasil KMB, mereka yang ingin bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) diterima dengan pangkat yang sama. Namun sebelum dibubarkan, banyak dari mereka dinaikkan pangkatnya, bahkan sampai dua tingkat.

Dari uraian di atas terlihat, bahwa ketika Republik Indonesia didirikan, sekitar 65.000 pribumi yang mungkin masih merasa sebagai warganegara belanda, menjadi serdadu KNIL yang sampai 10 Agustus 1949 berperang di pihak belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia. Di bidang politik, baik di pemerintahan maupun di parlemen RIS duduk orang-orang yang bukan warganegara Indonesia.

Setelah KNIL dan RIS dibubarkan, mereka “terpaksa” menjadi warganegara Republik Indonesia. Sebagian bekas KNIL menjadi anggota TNI, dan bekas petinggi-petinggi pro belanda banyak yang ikut ke belanda. Namun sebagian terbesar, terutama di daerah-daerah wilayah 15 Negara Bagian atau Daerah Otonom bentukan belanda, para pejabatnya masih tinggal di daerah-daerah masing-masing. Di lingkungan di daerah-daerah, masih diketahui dengan jelas perang orang tua atau kakek mereka di zaman penjajahan dan di masa Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Sampai tahun 50-an karena masih sangat segar di ingatan masing-masing, cukup terbuka siapa-siapa saja yang pernah mengabdi untuk belanda, bahkan ada kelompok yang menyatakan sumpah “Kesetiaan Abadi” (door de euwen trouw) kepada belanda.

Yang tentu menjadi pertanyaan penting, apakah mereka (dan keturunannya) yang di zaman penjajahan, bahkan sampai tahun 1950 masih di pihak belanda untuk menghancurkan cita-cita Republik Indonesia sebagai bangsa yang Merdeka, tiba-tiba sejak tahun 1950 semua menjadi nasionalis?

Memang harus diterapkan pra-duga tak bersalah, bahwa tidak semua dari mereka yang sampai tahun 1950 masih setia kepada belanda, karena kabarnya cukup banyak yang setelah tahun 1950 masih menerima uang pensiun dari pemerintah belanda.

Namun tentu jelas, bahwa banyak dari mereka tetap setia kepada belanda. Bahkan kabarnya sampai sekarang, di tahun 2015, terutama mereka yang termasuk jaringan van der Plas Connection atau yang terus bertugas sebagai informan belanda, tetap mendapat gaji dari belanda.

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, termasuk dari belanda sendiri, ternyata belanda ikut “bermain” di peristiwa tahun 1965, dan pada waktu itu, selain peran van der Plas Connection dan Pater Josephus (Joop) Beek, juga dikenal dengan OLAF (Our Local Army Friends). OLAF ini terutama bekas KNIL, yang ditahun 60-an dan 70-an berhasil menjadi PATI (Perwira Tinggi) di TNI.

Konflik di antara para pejuang Republik Indonesia berlanjut terus hingga tahun 80-an, dan yang mendapat keuntungan adalah justru mereka yang sampai tahun 1949 masih di pihak belanda yang bertujuan untuk memecah-belah NKRI. Bukan rahasia lagi, bahwa sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang dikabarkan, bahwa banyak menteri di pemerintahan RI adalah titipan asing.

Kemungkinan besar inilah penyebab utama, mengapa segala usaha untuk membuka lembaran sejarah dan menuntut Negara-negara yang selama agresi militer mereka di Indonesia (Jepang 1942 – 1945, Belanda, Inggris dan Australia dari 1945 – 1950) dan meminta pertanggungjawaban atas pembantaian jutaan rakyat di wilayah pendudukan Jepang dan setelah itu di wilayah Republik Indonesia mengalami kesulitan besar. Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak merespons tuntutan agar menunjukkan bahwa Indonesia Berdaulat Dalam Politik Luar Negeri.

Beberapa tahun lalu, tiga lembaga penelitian terbesar di belanda mengajukan proposal untuk melakukan penelitian mengenai segala sesuatu yang terjadi di Indonesia antara tahun 1945 – 1950, justru pemerintah Indonesia yang menolak, tanpa menyebut alasan penolakan.

Mungkin ini salah satu bukti, bahwa lobby pemerintah belanda di kalangan pejabat di Indonesia, terutama di Kementerian Luar Negeri RI sangat kuat. Kementerian Luar Negeri RI sejak bertahun-tahun tetap tidak mau menjelaskan kepada rakyat Indonesia, mengapa pemerintah RI membiarkan sikap belanda, yang tidak mau mengakui de jure kemerdekaan RI 17.8.1945.

Bukan hanya para diplomat di seluruh dunia, orang awam juga mengetahui, bahwa apabila dua Negara akan saling berhubungan diplomatik, keduanya harus saling mengakui dan menghargai kesetaraan. Kemungkinan di sini juga “keberhasilan” lobby belanda untuk menutupi fakta ini, karena apabila belanda terpaksa mengakui de jurekemerdekaan RI 17.8.1945, maka belanda harus menghadapi tuntutan, bahwa yang dinamakan “aksi polisional” adalah agresi militer terhadap suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Selain haru membayar pampasan perang, yang paling keberatan terhadap pengakuan de jure ini adalah veteran belanda, karena mereka akan menjadi penjahat perang.

Di lain pihak, apabila Indonesia tetap menerima versi belanda bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1947, maka berarti pemerintah Indonesia membiarkan pandangan, bahwa yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di seluruh Indonesia adalah perusuh, pengacau keamanan dan ekstremis yang dipersenatai oleh Jepang, karena demikianlah alasan belanda melancarkan “aksi polisional”nya. Yang dikirim bukanlah polisi, melainkan pasukan-pasukan elit dan marinirnya.

Kalau melihat “peta kekuatan” jaringan belanda, van der Plas Connection dan jaringan Pater Beek serta jaringan sekutu belanda, ABDACOM, tidak tertutup kemungkinan, bahwa apabila MELUPAKAN SEJARAH INDONESIA, MEMBUAT INDONESIA MENJADI SEJARAH!

Imperium Uni Sovyet yang gagah perkasa, hanya bertahan 70 tahun, kemudian pecah dan bubar. Bahkan salahsatu Negara kuat di Eropa, Republik Demokratik Jerman ( Jerman Timur) hanya bertahan 41 tahun. Pemerintah Jerman Timur membubarkan diri dan kemudian bergabung dengan Jerman Barat.

Telah sering diberitakan, bahwa berbagai konflik dan kerusuhan yang terjadi di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang rawan, selalu ada campur-tangan asing. Namun belum pernah disebutkan dengan tegas, Negara mana saja yang ikut-campur atau “bermain.”

Sudah jelas orang-orang dari Negara-negara tersebut tidak mungkin untuk turuntangan sendiri, karena akan sangat janggal, apabila banyak bule berseliweran di pelosok-pelosok daerah konflik. Tugas ini tentu dilakukan oleh para pribumi.

Bung Karno telah memprediksi apa yang akan dihadapi bangsa Indonesia, sehubungan dengan antek-antek Belanda tersebut yang tinggal di Indonesia. Dalam pidato pembukaan KAA pada 18 April 1955 Bung Karno Mengatakankan:

“Saya tegaskan kepada anda semua, kolonialisme belumlah mati. Dan, saya meminta kepada Anda jangan pernah berpikir bahwa kolonialisme hanya seperti bentuk dan caranya yang lama, cara yang kita semua dari Indonesia dan dari kawasan-kawasan lain di Asia dan Afrika telah mengenalinya. Kolonialisme juga telah berganti baju dengan cara yang lebih modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan kontrol langsung secara fisik melalui segelintir elemen kecil namun terasing dari dalam suatu negeri. Elemen itu jauh lebih licin namun bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai bentuk.”

Dan siapa para pribumi/”elemen kecil” yang dimaksud?

Silakan diinvestigasi.

Jakarta, 31 Desember 2015

Dokumen-dokumen sehubungan tulisan di atas, dapat dilihat di buku tulisan Batara R. Hutagalung: “Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia”, Penerbit LKiS, Yogyakarta, 2010. 742 halaman.

(ts/TAMAT)

Tulisan ini dimuat kembali agar kita, kaum Muslimin Indonesia, tidak lupa sejarah jika kita adalah pemilik sah negeri ini, karena negeri ini dimerdekakan oleh orangtua kita, bukan mereka yang berkhianat dan melayani penjajah Belanda! Lawan siapa pun yang mengkhianati negeri kita tercinta ini!


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Sejarah Kelam Jepang di Indonesia Jugun Ianfu

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Sejarah Kelam Jepang di Indonesia Jugun Ianfu-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Sejarah Kelam Jepang di Indonesia Jugun Ianfu Menjelang momentum kapitulasi Jepang di Asia Pasifik kepada Tentara Sekutu pada 2 September 1945, Global Future Institute merasa tergerak untuk mengungkap kembali sejarah hitam militerisme dan fasisme Jepang pada Perang Dunia Kedua. Dengan berkedok sebagai tentara pembebasan Asia, Jepang sejatinya datang ke Indonesia sebagai penjajah baru menggantikan Belanda yang sudah 350 tahun bercokol di Indonesia.

Namun demikian, masa penjajahan dan pendudukan Jepang selama tiga tahun di Indonesia, nampaknya tak kalah penting untuk diungkap dalam buku-buku sejarah, karya sastra maupun film. Artikel berikut ini kiranya bisa menjadi referensi awal untuk studi-studi lebih lanjut berkenaan dengan sepak-terjang pemerintahan militer Jepang di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Termasuk berbagai kejahatan perang Jepang seperti Perbudakan Sex yang kelak populer dengan sebutan Jugun Ianfu.

Jugun Ianfu adalah istilah Jepang terhadap perempuan penghibur tentara kekaisaran Jepang dimasa perang Asia Pasifik, istilah asing lainnya adalah Comfort Women. Pada kenyataannya Jugun Ianfu bukan merupakan perempuan penghibur tetapi perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang. Diperkirakan 200 sampai 400 ribu perempuan Asia berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang.

Melakukan invansi ke negara lain yang mengakibatkan peperangan membuat kelelahan mental tentara Jepang. Kondisi ini mengakibatkan tentara Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal dengan cara melakukan perkosaan masal yang mengakibatkan mewabahnya penyakit kelamin yang menjangkiti tentara Jepang. Hal ini tentunya melemahkan kekuatan angkatan perang kekaisaran Jepang. Situasi ini memunculkan gagasan untuk merekrut perempuan-perempuan lokal , menyeleksi kesehatan dan memasukan mereka ke dalam Ianjo-Ianjo sebagai rumah bordil militer Jepang.

Mereka direkrut dengan cara halus seperti dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan dan juga dengan cara kasar dengan menteror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga.

Jugunianfu berasal dari Korea Selatan, Korea Utara, Cina, Filipina, Taiwan, Timor Leste, Malaysia, dan Indonesia. Sebagian kecil di antaranya dari Belanda dan Jepang sendiri. Mereka dibawa ke wilayah medan pertempuran untuk melayani kebutuhan seksual sipil dan militer Jepang baik di garis depan pertempuran maupun di wilayah garis belakang pertempuran.

Sebagian besar perempuan-perempuan yang berasal dari pulau Jawa yang dijadikan Jugun Ianfu seperti Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, Sri Sukanti, hanyalah sebagian kecil Jugun Ianfu Indonesia yang bisa diidentifikasi. Masih banyak Jugun Ianfu Indonesia yang hidup maupun sudah meninggal dunia yang belum terlacak keberadaannya.

Mereka diperkosa dan disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang sebanyak 10 hingga 20 orang siang dan malam serta dibiarkan kelaparan. Kemudian di aborsi secara paksa apabila hamil. Banyak perempuan mati dalam Ianjo karena sakit, bunuh diri atau disiksa sampai mati.

Ianjo pertama di dunia dibangun di Shanghai, Cina tahun 1932. Pembangunan Ianjo di Cina dijadikan model untuk pembangunan Ianjo-Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia sejak pendudukan Jepang tahun 1942-1945 telah dibangun Ianjo diberbagai wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra, Papua.

Setelah perang Asia Pasifik usai Jugun Ianfu yang masih hidup didera perasaan malu untuk pulang ke kampung halaman. Mereka memilih hidup ditempat lain dan mengunci masa lalu yang kelam dengan berdiam dan mengucilkan diri. Hidup dalam kemiskinan ekonomi dan disingkirkan masyarakat. Mengalami penderitaan fisik, menanggung rasa malu dan perasaan tak berharga hingga akhir hidupnya.

Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.

Pemerintah Jepang masa kini tidak mengakui keterlibatannya dalam praktek perbudakan seksual di masa perang Asia Pasifik. Pemerintah Jepang berdalih Jugun Ianfu dikelola dan dioperasikan oleh pihak swasta. Pemerintah Jepang menolak meminta maaf secara resmi kepada para Jugun Ianfu. Kendatipun demikian Juli 1995 Perdana Menteri Tomiichi Murayama pernah menyiratkan permintaan maaf secara pribadi, tetapi tidak mewakili negara Jepang. Tahun 1993 Yohei Kono mewakili sekretaris kabinet Jepang memberikan pernyataan empatinya kepada korban Jugun Ianfu. Namun pada Maret 2007 Perdana Menteri Shinzo Abe mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menyanggah keterlibatan militer Jepang dalam praktek sistem perbudakan seksual.

Pemerintah Indonesia menganggap masalah Jugun Ianfu sudah selesai, bahkan mempererat hubungan bilateral dan ekonomi dengan Jepang paska perang Asia Pasifik. Namun hingga kini banyak organisasi non pemerintah terus memperjuangkan nasib Jugun Ianfu dan terus melakukan melobi ke tingkat internasional untuk menekan pemerintah Jepang agar menyelesaikan kasus perbudakan seksual ini. Kemudian upaya penelitian masih terus dilakukan untuk memperjelas sejarah buram Jugun Ianfu Indonesia,berpacu dengan waktu karena para korban yang sudah lanjut usia.

Banyak masyarakat yang merendahkan, serta menyisihkan para korban dari pergaulan sosial. Kasus Jugun Ianfu dianggap sekedar “kecelakaan” perang dengan memakai istilah “ransum Jepang”. Mencap para korban sebagai pelacur komersial. Banyak juga pihak-pihak oportunis yang berkedok membela kepentingan Jugun Ianfu dan mengatasnamakan proyek kemanusiaan, namum mereka adalah calo yang mengkorupsi dana santunan yang seharusnya diterima langsung para korban.

Juli 1995 Asian Women’s Fund (AWF) didirikan oleh organisasi swasta Jepang. Organisasi ini dituduh sebagai “agen penyuap” untuk meredam protes masyarakat internasional dan tidak mewakili pemerintah Jepang secara resmi. Di masa pemerintahan Soeharto Tahun 1997 Menteri Sosial Inten Suweno menerima dana santunan bagi para korban sebesar 380 juta yen yang diangsur selama 10 tahun. Namun banyak para korban menyatakan tidak pernah menerima santunan tersebut.

Berikut adalah beberapa tuntutan dari para korban jugunianfu:
  1. Pemerintah Jepang masa kini harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan seksual dilakukan secara sengaja oleh negara Jepang selama perang Asia Pasifik 1931-1945. 
  2. Para korban diberi santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah dihancurkan oleh militer Jepang. 
  3. Menuntut dimasukkannya sejarah gelap Jugun Ianfu ke dalam kurikulum sekolah di Jepang agar generasi muda Jepang mengetahui kebenaran sejarah Jepang.
Tahun 1992, untuk pertama kalinya Kim Hak Soon korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah Jugun Ianfu terbongkar dan satu persatu korban dari berbagai negara angkat suara. Kemudian tahun 2000 telah digelar Tribunal Tokyo yang menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktek perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik.

Tahun 2001 final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque. Setelah itu tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski demikian pemerintah Jepang sampai hari ini belum mengakui apa yang telah diperbuat terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News theglobal-review]

Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu Masyarakat dunia internasional nampaknya masih menaruh kekuatiran yang cukup besar terhadap kemungkinan bangkitnya kembali militerisme Jepang. 

Apalagi jika tren global dalam beberapa waktu ke depan, Jepang mulai dilanda keragu-raguan terhadap kemampuan militer dan pertahanan Amerika Serikat dalam mengimbangi kemampuan militer Republik Rakyat Cina di kawasan Asia Pasifik.

Masalahnya kemudian, jika Jepang memutuskan untuk melepaskan diri dari ikatan Perjanjian Keamanan (Security Arrangement) dengan Amerika, maka seketika itu pula Jepang cukup beralasan untuk mengembangkan kembali postur pertahanan nasionalnya, termasuk membangun kembali pasukan dan peralatan militernya baik di angkatan darat, laut dan udara.

Munculnya kembali militerisme Jepang? Bisa jadi. Kesepakatan strategis Cina-Jepang baru-baru ini untuk tidak lagi mempersoalkan pertikaian historis di masa lalu, bagi para penentu kebijakan strategis Amerika tentunya cukup mencemaskan, di tengah kian tajamnya persaingan dengan Cina dalam berebut pengaruh di kawasan Asia Pasifik. Karena bukan tidak mungkin, kedekatannya terhadap Cina pada gilirannya akan dijadikan momentum oleh Jepang untuk memperkuat dirinya secara militer, sekaligus menjadikan dirinya sebagai aktor politik independent yang bebas dari pengaruh Amerika di kawasan Asia Pasifik.

Salah satu indikasi semakin kuatnya ketakutan berbagai kalangan dunia internasional terhadap bangkitnya militerisme Jepang adalah munculnya kembali isu Jugun Ianfu(wanita penghibur).

Sebagaimana ditulis dengan sangat baik oleh Simon Saragih di harian Kompas beberapa waktu yang lalu, Yoshiaki Yoshimi, sejarawan Jepang dari Universitas Chuo di Tokyo, secara kebetulan menemukan sebuah dokumen pada dekade 1980-an yang memperlihatkan sebuah fakta penting bahwa militer Jepang pernah mengeluarkan perintah pengadaan rumah-rumah bordil untuk kepentingan tentara di medan laga.

Dengan memberi sebuah contoh daerah Cina utara yang sempat diduduki Jepang, dokumen tersebut sempat mengungkap fakta mengenai sepak-terjang Kepala Staf Tentara Jepang yang menduduki Cina Utara pada saat Perang Dunia II, yang menghendaki diadakannya rumah-rumah bordil dengan tujuan menghentikan keganasan sexual tentara Jepang yang kerap memperkosa wanita-wanita setempat.

Apapun alasannya, berbagai fakta yang berhasil diungkap para sejarawan dalam studi-studi mengenai perilaku militer Jepang, memang membenarkan bahwa pada akhir Perang Dunia II ada sekitar 200.000 wanita yang dimasukkan ke rumah-rumah bordil untuk melayani tentara Jepang di seluruh negara Asia yang mereka duduki.

Fakta fundamental yang diajukan oleh Yoshimi melalui terungkapnya sebuah dokumen penting, meski ini hanya salah satu di antaranya, tentunya bukan sebuah berita bagus bagi pemerintahan Jepang di bawah kepemimpinan Shinzo Abe yang justru dikenal berhaluan konservatif dan cenderung nasionalistik.

Meski demikian, Shinzo Abe tidak kehilangan argumentasi dalam membantah fakta fundamental yang diajukan Yoshimi.

“Tidak ada pemaksaan atau penculikan atas perempuan Asia yang kemudian jadi Jugun Ianfu. Tidak ada kesaksian yang bisa dipercaya soal pemaksaan itu,” tukas Abe. Bahkan secara provokatif Abe mengatakan bahwa adalah “kondisi ekonomi serta peran para germo” yang memungkinkan terjadinya perbudakan seks.

Tentu saja pernyataan provokatif Abe mengundang reaksi keras publik, tak terkecuali Yoshimi.

“Pemerintah justru menjadi pemrakarsa dan para germo hanya sebagai alat. Fakta itu jangan diputarbalikkan, demikian pernyataan balasan Yoshimi terhadap argumentasi Abe.

Tapi anehnya, seperti dilansir berbagai media massa, meski meragukan kebenaran sejarah Jugun Ianfu, namun Abe sempat meminta maaf secara terbuka dan mengakui soal Jugun Ianfu, dan menjanjikan diadakannya penyelidikan baru soal Jugun Ianfu.

Kenyataan ini menginsyaratkan dua hal penting. Pertama, secara faktual Abe pada dasarnya mengakui bahwa di masa Perang Dunia kedua, Jugun Ianfu memang terbukti ada. Hanya saja, Abe mencoba memberi perspektif yang berbeda terhadap mengapa Jugun Ianfu tersebut bisa terjadi. Itulah sebabnya dia mengajukan tesis bahwa Jugun Ianfu terjadi karena didorong oleh kondisi perekonomian yang buruk.

Satu segi yang coba dikaburkan oleh Abe adalah fakta bahwa keberadaan Jugun Ianfu, biar bagaimanapun juga, sangat dimungkinkan karena berlakunya pemerintahan militerisme-fasisme Jepang di negara-negara yang diduduki Jepang.

Di sinilah dilema Shinzo Abe. Sebagai perdana menteri Jepang yang salah satu prioritas utama programnya adalah memperkuat kembali identitas nasional Jepang, maka program penguatan dan modernisasi personil dan peralatan militer, dengan serta merta akan dicurigai sebagai langkah awal untuk menghidupkan kembali fasisme-militerisme Jepang. Dan denga maraknya kembali isu Jugun Ianfu sebagai praktek perbudakan seks di masa fasisme Jepang pada Perang Dunia Kedua, maka program penguatan dan revitalisasi identitas nasional Jepang dalam tahun-tahun mendatang nampaknya akan mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk di Jepang sendiri.

Apalagi sejak 1993, pemerintah Jepang semasa Perdana Menteri Tomiichi Maruyama, sempat mengeluarkan pernyataan Kono yang menyebutkan, “memohon maaf yang amat dalam dan menyesali kejadian tersebut.” Artinya, secara eksplisit Pemerintahan Jepang ketika itu mengakui keterlibatan langsung tentara Jepang ihwal perbudakan seks tersebut.

Ini sekaligus membuktikan, bahwa konstalasi politik dalam negeri Jepang itu sendiri masih terbelah dalam dua faksi. Bagi kelompok nasionalis konservatif seperti Shinzo Abe, meskipun mengakui sampai batas tertentu citra buruk Jepang gara-gara Jugun Ianfu di masa silam, namun tetap menggarisbawahi pentingnya program penguatan identitas nasional Jepang, termasuk kemungkinan membangun kembali angkatan perangnya untuk menunjang peran baru negaranya sebagai kekuatan independen di kawasan Asia Pasifik yang bebas dari pengaruh Amerika maupun Cina.

Faksi lain yang cenderung lebih liberal, nampaknya masih menganggap persekutuan politik dan militer dengan Amerika sebagai agenda utama, dan karenanya cenderung mengabaikan berbagai program yang ditujukan untuk memperkuat kembali semangat dan sentimen nasional bangsa Jepang, apalagi kemungkinan menghidupkan kembali angkatan bersenjatanya.

Namun fakta politik saat ini, yang menguasai arah kebijakan politik luar negeri adalah Shinzo Abe yang berpandangan nasionalistik dan mendambakan kemunculan kembali Jepang sebagai negara-bangsa yang kuat tidak saja secara ekonomi tapi juga politik, kebudayaan dan pertahanan.

Karena itu, maraknya kembali isu Jugun Ianfu semasa fasisme militer Jepang pada Perang Dunia II, nampaknya harus dinetralisasi dan ditangkal oleh Abe secara persuasive dan penuh kearifan. Sehingga Abe bisa membuktikan dan meyakinkan publik bahwa program penguatan identitas nasional Jepang tidak secara otomatis akan menghidupkan kembali fasisme Jepang ala Perang Dunia II, sehingga memberi ruang terjadinya kembali praktek perbudakan seks ala Jugun Ianfu.

Kalau tidak, maka jangan salahkan berbagai kalangan yang mencemaskan kembalinya fasisme militer Jepang. Sekaligus membenarkan dugaan kuat berbagai kalangan bahwa Jugun Ianfu memang produk langsung dari skema Fasisme militer Jepang.

di Tulis Oleh: Editor theglobal-review Rusman


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News theglobal-review]

Pribumi Ini Antek Penjajah! Part-1

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Pribumi Ini Antek Penjajah! Part-1-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Pribumi Ini Antek Penjajah! Part-1 Batara Hutagalung adalah sejarah langka di republik ini. Selain kritis, Batara juga sangat detil dalam menuturkan kejadian-kejadian masa lalu dengan segala kompleksitasnya dan kejadian dengan kekinian. Sejar ulang untuk mereka yang hanya membaca buku-buku hasil karya kaum orientalis seperti Snouckje dan Raffles, lalu membacakannya kembali kepada khalayak.

Sejarawan yang asli adalah mereka yang berani meneliti kejadian-kejadian masa lalu dengan segala otentitasnya, dengan bekal pisau analisis sejarah yang tajam, lalu mengatakan apa adanya. Batara adalah sejarawan yang sesungguhnya.

Tulisan ini disalin dari Refleksi akhir tahun masehi pada tahun 2015 ini seperti yang dimuat di dalam “Gagasan Nusantara”, sebuah nama blog pribadinya (www.batarahutagalung.blogspot.co.id), sungguh relevan dengan kondisi kekinian bangsa.

Benarlah apa kata Soekarno yang antara lain mengatakan jika perjuangan di masa kita sekarang sungguh sulit karena menghadapi musuh-musuh yang kulit dan bahasanya sama seperti kita sendiri, bukan melawan kulit putih.

Dalam catatan Batara, kita saat menghadapi orang-orang Indonesia yang di dalam hati masih merasa sebagai orang-orang Belanda dan memusuhi keindonesiaannya sendiri. Celakanya, pengkhianat-pengkhianat seperti ini masih banyak yang duduk di singgasana kekuasaan negeri ini. Bangsa Indonesia yang mencintai bangsanya ini, harus melawan kelompok pengkhianat ini dan menghapusnya dari muka bumi.

Inilah catatan akhir tahun seorang Batara Hutagalung:

Meninggalkan Sejarah Indonesia, Membuat Indonesia Menjadi Sejarah.

Banyak kalangan yang menyatakan, bahwa kini terlihat kecenderungan lunturnya nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda. Namun jika dilihat dari sejarah Republik Indonesia sejak didirikan pada 17 Agustus 1945, akan terlihat jelas, bahwa sangat banyak penduduk di wilayah jajahan belanda, nederlands Indie (India belanda), yang justru berada di pihak belanda, baik di bidang politik maupun di kemiliteran, yang berusaha menjajah Indonesia, tapi tidak berhasil.

Belanda tidak mau melihat fakta, bahwa penjajahan belanda di Bumi Nusantara telah berakhir pada 9 Maret 1942, yaitu ketika belanda, hampir tanpa perlawanan menyerah kepada balatetara Dai Nippon. Di sini juga berakhir mitos, bahwa ras kulit putih tak terkalahkan.

Penjajahan tidak memiliki landasan hukum internasional, boleh dikatakan hanya memakai hukum rimba: siapa yang kuat, memangsa yang lebih lemah. Hukum rimba yang digunakan para Negara predator inilah yang berlaku selama ratusan tahun. Tidak ada hukum internasional yang memberikan legitimasi kepada suatu Negara atau suatu bangsa, untuk menjajah bangsa atau Negara lain.

(Dalam kunjungan saya keempatkali ke Tweede Kamer, Parlemen Belanda di Den Haag pada 9 Oktober 2013, saya katakana kepada dua anggota parlermen Belanda, Angelien Eijsink dari PvdA dan Harry van Bommel dari Partai Sosialis, bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia memiliki landasan hukum internasional, yaitu Konvensi Montevideo, sedangkan penjajahan tidak memiliki landasan hukum apapun).

Pernyataan saya tidak dibantah. Hal ini dapat dilihat , di menit ke 30.20 dalam rekaman pertemuan saya tersebut di youtube:

(https://www.youtube.com/watch?v=jwveoh8oTFY)

Hukum rimba yang digunakan oleh beberapa Negara sangat kejam, yaitu melakukan pembantaian/genosida terhadap penduduk dari wilayah yang ingin dikuasainya, dan bahkan memperdagangkan manusia sebagai budak-budak yang diperjual-belikan. Hal ini terjadi di Asia, Afrika dan benua Amerika sebagai penampung budak terbesar.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Pribumi Ini Antek Penjajah! Part-1-"
Selama lebih dari 250 tahun, belanda termasuk pedagang budak terbesar sepanjang massa. Kebiadaban terbesarnya adalah genosida (pembantaian etnis) yang dilakukan di Kepulauan Benda tahun 1621, di mana sekitar 13.000 penduduknya dibantai, sekitar 1000 orang melarikan diri ke pulau-pulau di sekitar kepulauan Banda, kemudian sisanya sekitar 830 orang dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai budak. Pembunuhan para pemimpin setempatpun dilakukan dengan cara yang sangat sadis, sebagaimana diturturkan oleh seorang perwira muda belanda.

Demikian juga kemerdekaan suatu bangsa atau Negara, berdasarkan hukum rimba. Apabila satu kelompok, etnis, bangsa atau Negara merasa cukup kuat, berani menyatakan kemerdekaan dari penjajah atau memisahkan diri dari suatu negara. Secara keseluruhan: Kemerdekaan suatu Negara tidak memerlukan pengakuan dari Negara lain, asalkan Negara baru tersebut sanggup mempertahankan diri.

Belakangan dibuatlah aturan internasional yang dinamakan Konvensi Montevideo pada 26 Desember 1933 mengenai persyaratan medirikan suatu Negara. Namun konvensi ini, seperti juga dengan konvensi dan perjanjian intaernasional lainnya tidak menghalangi miat suatu Negara untuk menyerang dan menguasai Negara lain. Artinya tetap berlaku hukum rimba.

Dalam menyatakan kemerdekaannya pada 4 Juli 1776, USA tidak menyatakan “memberontak” terhadap Inggris, dan hanya mencetuskan Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan). Kemudian USA sanggup mempertahankan kemerdekaanya dari serangan tentara Inggris. Demikian juga belanda tahun 1581 menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari penjajahan spanyol. Belanda sanggup mempertahankan kemerdekaannya.

Setelah Perang Dunia II usai, selain Indonesia, Vietnam adalah Negara kedua yang menyatakan kemerdekaannya, dan berhasil mempertahankan kemerdekaannya dari agresi militer mantan penjajahnya, Perancis. Bahkan pasukan Vietnam berhasil mengalahkan tentara Perancis dalam pertempuran di Dien Bien Phu. Jenderal Vo Nguyen Giap, yang adalah mantan guru seperti Panglima Besar Sudirman, berhasil mengalahkan Perancis, yang adalah salahsatu pemenang Perang Dunia II.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Pribumi Ini Antek Penjajah! Part-1-"
Di lain pihak, ada juga beberapa upaya menyatakan kemerdekaan secara sepihak, pemisahan diri atau pemberontakan yang gagal.

Di USA tahun 1861, ketika 7 negara bagian di selatan yang menentang dihapuskannya perbudakan memisahkan diri dan mendirikan Konfederasi, ditumpas dengan keras oleh pemerintah pusat di Washington. Perang berakhir dengan menelan korban tentara yang tewas mencapai 750.000 jiwa. Belum terhitung korban sipil yang tewas.

Pemberontakan Kenya yang dikenal sebagai Pemberontakan Mau Mau sejak tahun 1952 terhadap penjajahan Inggris ditumpas dengan kejam. Para pria dikebiri dan banyak wanita Kenya diperkosa oleh tentara Inggris.

Di Nigeria, Provinsi Biafra yang dihuni oleh etnis Igbo yang mayoritasnya beragama Kristen, pada 30 Mei 1967 mendeklarasikan kemerdekaannya dari Nigeria, yang mayoritas etnis-etnis lainnya beragama Islam. Republik Biafra segera mendapat pengakuan dari Gabon, Haiti, Ivory Coast (Pantai Gading), Tanzania, dan Zambia. Beberapa Negara lain, walaupun belum resmi memberi pengakuan, namun memberikan bantuan, a.l. Israel, Prancis, Spanyol,Portugal, Afrika Selatan dan Rhodesia (setelah merdeka dari jajahan Inggris tahun 1980, berganti nama menjadi Zimbabwe). Upaya pemisahan diri gagal karena ditumpas oleh pemerintah pusat Nigeria. Perang berakhir tahun 1970. Dengan demikian Republik Biafra menjadi contoh, bahwa pengakuan dari Negara lain tidak ada gunanya.

RRC menjadi contoh dari suatu Negara, yang puluhan tidak diakui oleh banyak Negara, terutama oleh Amerika Serikat dan sekutunya yang waktu itu hanya mengakui Taiwan, namun tidak mempunyai kesulitan atau masalah apapun, termasuk perdagangan luar negeri dan pariwisata.

Juga mengenai perjanjian-perjanjian internasional atau perjanjian bilateral antara dua Negara juga tidak ada gunanya, karena apabila perjanjian-perjanjian tersebut menjadi hambatan untuk suatu Negara, maka Negara tersebut apabila merasa kuat, akan membatalkan secara sepihak perjanjian-perjanjian tersebut.

Oleh karena itu, proklamasi kemerdekaan Indonesia, tanpa adanya Konvensi Montevideopun sah, karena ternyata Republik Indonesia sanggup mempertahankan kemerdekaannya dari gempuran agresi militer belanda yang dibantu sekutunya antara tahun 1945 – 1949. Perang berakhir dengan Konferensi Meja Bundar, yang menghasilkan kesepakatan mendirikan Republik Indonesia Serikat, di mana Republik Indonesia adalah satu dari 16 negara Bagian RIS.

Ibukota RIS adalah Batavia, dan Ibukota Republik Indonesia adalah Yogyakarta, dengan Pejabat Presidennya adalah Mr. Asaat Datuk Mudo, Ketua Komite Nasional Indonesia - Pusat. Pada 30 Desember 1950 Menteri RIS Arnold Mononutu resmi mengganti Batavia kembali menjadi Jakarta, yang tellah ditetapka oleh Jepang tanggal 8 Agustus 1942.

Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 9 Maret 1942 di Kalijati. Pemerintah nederlands Indie lenyap. Kemudian Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 dan menghentikan semua kegiatan militer dan administrasi sipilnya. Tidak ada kekuasaan samasekali di wilayah yang pernah diduduki oleh tentara Jepang, termsuk di bekas jajahan belanda.

Dokumen menyerah tanpa syarat (unconditional surrender) baru ditandatangani oleh Jepang pada 2 September 1945 di atas Kapal Perang AS, Missouri di Tokyo Bay. Artinya terjadi Kekosongan Kekuasaan (Vacuum of Power) antara tanggal 15 Agustus - 2 September 1945.

Di masa Vacuum of Power tersebut, pada 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dengan demikian Pernyataan kemerdekaan tersebut bukan merupakan pemberontakan kepada siapapun, karena tidak ada suatu pemerintahan. Juga bukan revolusi, karena tidak ada pemerintah yang digulingkan. Dari sudut pandang belanda dinyatakan bahwa ini adalah suatu pemberontakan atau revolusi. Jelas pernyataan ini untuk mengecoh opini dunia, bahwa belanda masih memiliki hak sebagai penguasa.

Bekas penguasa nederlands indie, tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia, dan berusaha untuk menjajah Indonesia. Upaya belanda dibantu oleh sekutunya di Perang Dunia II, Inggris, Australia dan Amerika Serikat. Inggris menyediakan 3 British-Indian Division di bawah komando Letjen Philip Christison, dan Australia menyediakan 2 divisi di bawah komando Leyjen Leslie “Ming the Merciless) Morshead. Amerika Serikat memberi pelatihan untuk tentara belanda. Ketiga Negara tersebut membrikan bantuan persenjataan dan logistic, karena setelah Perang Dunia II, belanda hancur dan hampir tak memiliki apapun untuk kepentingan angkatan perangnya.

(Bersambung ke Bagian 2)

Tulisan ini dimuat kembali agar kita, kaum Muslimin Indonesia, tidak lupa sejarah jika kita adalah pemilik sah negeri ini, karena negeri ini dimerdekakan oleh orangtua kita, bukan mereka yang berkhianat dan melayani penjajah Belanda! Leluhur kita adalah pahlawan yang memerdekakan negeri ini, leluhur kita bukan pengkhianat.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Sultan Hamid II Tolak Tawaran Yahudi Menempati Palestina dengan Iming-iming Lunasi Hutang Ottoman

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Sultan Hamid II Tolak Tawaran Yahudi Menempati Palestina dengan Iming-iming Lunasi Hutang Ottoman-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Sultan Hamid II Tolak Tawaran Yahudi Menempati Palestina dengan Iming-iming Lunasi Hutang Ottoman Pada 19 Mei 120 tahun lalu, Sultan Abdul Hamid II menolak tawaran tokoh Yahudi Theodor Herzl untuk menerima orang Yahudi sebagai imigran di Palestina dengan imbalan jutaan lira emas untuk melunasi hutang-hutang kekhilafahan Turki Utsmani (Ottoman).

Saya tidak bisa menyerahkan satu inci pun dari tanah Palestina,” kata Sultan Abdul Hamid II yang dianggap sebagai salah satu sultan terpenting Turki Utsmani. Sultan menolak menyerahkan Palestina kepada zionis, karena Palestina adalah tanah wakaf bagi umat Islam.

Hutang Ottoman

Ketika Sultan Abdul Hamid II mengambil alih kekhilafahan, utang luar negeri Turki Utsmani berjumlah sekitar 252 juta keping emas. Jumlah tersebut sangat besar menurut ukuran zaman itu, sehingga Sultan membujuk negara-negara kreditor untuk menurunkannya menjadi 146 juta. Untuk membayar sisanya, beberapa lembaga negara diserahkan kepada lembaga utang publik, dan dengan cara ini ia mampu melunasi utang-utang tersebut. Selama masa jabatannya, sultan sangat berhati-hati untuk tidak meminjam dari luar negeri kecuali dalam batas terkecil.

Para sejarawan mengatakan bahwa Sultan Abdul Hamid II tahu betul apa yang Zionis rencanakan. Pesan yang dikirim oleh kepala Asosiasi Yahudi Theodore Herzl, yang sejak 1882 berusaha keras untuk membuat rencana mendirikan negara Yahudi di Palestina.

Pada tahun 1876, Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan nota hukum yang menyatakan bahwa penjualan tanah Ottoman kepada orang Yahudi dilarang keras dengan cara apa pun.

Oleh karena itu, Herzl menganggap Sultan Abdul Hamid II sebagai penghambat dan penghambat utama rencana Yahudi terkait Palestina, sehingga ia berusaha untuk meyakinkan Sultan Abdul Hamid II tentang rencana mereka di Palestina.

Sejarawan juga menceritakan bahwa Herzl mengirim surat kepada Sultan Abdul Hamid II, menawarkan kepadanya pinjaman sebesar dua puluh juta pound sterling, sebagai imbalan untuk mengizinkan orang Yahudi berimigrasi ke Palestina, dan memberi mereka sebidang tanah untuk mendirikan pemerintahan sendiri.

Sultan Abdul Hamid II dan Negara-negara Besar

Sultan secara pribadi tidak disukai oleh negara-negara Eropa; Karena jutaan orang Kristen berada di bawah kekuasaannya, dan sebagai khalifah Muslim, dia memiliki kekuatan dan otoritas spiritual atas rakyat Muslim di negara-negara Eropa.

Tidak mungkin bagi salah satu kekuatan besar untuk menancapkan kekuasaannya di daerah kekuasaan Ottoman di Eropa atau Balkan di hadapan Abdul Hamid II; Jadi ide untuk menjatuhkannya mulai menguat di London dan Paris.

Kebijakannya berkaitan dengan Universitas Islam, Perkeretaapian Hijaz dan Baghdad, dan keberhasilannya membangun Kereta Api Baghdad dengan ibu kota Jerman (sehingga ia dapat memasukkan Jerman ke dalam daftar negara pesaing di kawasan Teluk Basra yang kaya minyak. Sultan pun memastikan bahwa Inggris tidak mendekati dan melindungi perkeretaapian karena Jerman adalah pemegang konsesinya) semua Ini mengkhawatirkan Inggris, membuat Rusia tidak nyaman, dan menciptakan soliditas dalam tekad Eropa tentang perlunya menyingkirkan Sultan yang dengan kecerdasannya mampu menetralkan kekuatan Eropa.

Sultan Abdul Hamid II dan Orang Yahudi Insiden penting yang menggerakkan Eropa melawan Sultan Abdul Hamid adalah mengajukannya untuk menempatkan dan menempatkan para imigran Yahudi di Palestina, karena Eropa Kristen ingin mengekspor masalah orang-orang Yahudi yang menimpanya ke wilayah Ottoman.

Zionis mengadakan Konferensi Basel di Swiss pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Kesultanan Turki Usmani.

Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi, akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan. Paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan, pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan yang mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pertemuan pertama antara Herzl, kepala Asosiasi Zionis dengan Sultan Abdul Hamid adalah setelah mediasi oleh duta besar Austria di Istanbul, pada tanggal 19 Mei 1901. Saat itu, Herzl menawarkan kepada Sultan untuk menempatkan orang-orang Yahudi di Palestina, dan sebagai ketidakseimbangannya, uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; membayar semua utang Pemerintah Usmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling; membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Usmaniyyah di Palestina.

Sultan menyadari bahwa Herzl menyuapnya untuk membangun rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Begitu mereka menjadi mayoritas di sana, mereka akan menuntut otonomi dengan mengandalkan negara-negara Eropa. Jadi Sultan mengusir Herzl “dengan cara yang kejam” menurut sejarawan.

Dalam buku memoarnya, Sultan Abdul Hamid II mengatakan tentang mengapa dirinya tidak menandatangani keputusan ini, “Aku tidak bisa menjual meskipun sejengkal dari wilayah ini. Sebab tanah-tanah itu bukan milikku melainkan milik rakyatku. Rakyatku telah mendapatkan negeri ini dengan pertumpahan darah, dan kemudian menyiraminya juga dengan darahnya. Aku pun akan menyiraminya. Bahkan kami tidak akan mengizinkan seorang pun merampoknya dari anda. Hendaklah orang-orang Yahudi itu menyimpan jutaan uang mereka. Adapun jika pemerintahan ini runtuh dan terbagi-bagi, maka kaum Yahudi bisa mendapatkan tanah Palestina gratis. Kami sungguh tidak akan pernah membagi pemerintahan negeri ini, kecuali setelah melangkahi mayat-mayat kami. Aku tidak akan membaginya dengan tujuan apapun.”

Bagi Sultan, selama masih hidup, dia lebih rela menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah.

Adapun Herzl, setelah pertemuan itu, ia menegaskan bahwa dirinya kehilangan harapan untuk mencapai harapan orang-orang Yahudi di Palestina, dan bahwa orang-orang Yahudi tidak akan memasuki Palestina selama Sultan Abdul Hamid masih berkuasa.

Herzl meninggal pada tahun 1904. Tapi keinginannya untuk mendirikan negara Yahudi di atas tanah Palestina tak ikut mati bersama jasadnya. Dibantu oleh Barat, Zionisme Internasional yang dia dirikan berusaha mendirikan negara Yahudi di Palestina. Bahkan para Zionis bekerja sama dengan gerakan Turki Muda untuk memuluskan rencananya itu.

Ketegasan Sultan Abdul Hamid II adalah alasan utama tertundanya proyek Zionis global untuk membangun rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Karena ketegasannya itu, musuh-musuh Islam tak henti-hentinya merongrong kekuasaan Sultan Abdul Hamid II. Pada masa pemerintahannya, ia harus berhadapan dengan manuver orang-orang Yahudi Dunamah yang ingin mendongkel kekuasaanya. Sejarawan telah membuktikan bahwa Sultan Abdul Hamid II dengan tegas menolak tawaran Herzl.

Di tahun 1909, Sultan Abdul Hamid II akhirnya digulingkan melalui Revolusi Turki Muda. “Pencopotanku disebabkan karena aku bersikeras melarang Yahudi, sementara Yahudi bersikeras mendirikan tanah air mereka di atas tanah suci (Palestina),” tulis Sultan dalam catatan hariannya seperti dikutip dalam Buku Memoar Sultan Abdul Hamid II.

Kesempatan bagi para Zionis Internasional akhirnya mulai terbuka. Tahun 1914 Ottoman ikut Perang Dunia ke-1 dan mengalami kekalahan, wilayah Palestina akhirnya jatuh dan dikuasai Inggris.

Lewat lobi politisi Yahudi kepada Inggris, akhirnya di umumkan Deklarasi Balfour. Inggris mempersilahkan bangsa Yahudi dari seluruh dunia untuk bermigrasi ke Palestina dan membuat pemukimannya disana.

Puncaknya ditahun 1948, negara Israel akhirnya resmi didirikan, dan akibat yang ditimbulkan dari berdirinya negara itu adalah konflik yang berkepanjangan hingga hari ini.

Saat Pasukan Romawi Kocar-kacir Lawan Mujahidin

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Saat Pasukan Romawi Kocar-kacir Lawan Mujahidin-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Saat Pasukan Romawi Kocar-kacir Lawan Mujahidin Jumlah pasukan Islam saat Perang Yarmuk terjadi adalah 27 ribu personel, sementara pasukan Nasrani berjumlah 120 ribu.

Dikutip dari buku Inilah Faktanya karya Utsman bin Muhammad al-Khamis, melihat kenyataan ini, para komandan pasukan Muslim mengirim surat kepada Abu Bakar Radhiyallahu Anhu guna memberitahukan situasi dan kondisi tersebut.

Mereka meminta dikirimkan bala bantuan. Kemudian sang Khalifah menulis surat balasan kepada mereka:

“Berkumpullah kalian menjadi satu pasukan, karena pada hakikatnya setiap kalian adalah penolong Allah Azza wa Jalla. Dan, Allah Azza wa Jalla akan menolong siapa yang menolong-Nya serta mengalahkan siapa pun yang menentang-Nya. Sungguh, pasukan seperti kalian tidak akan kalah hanya karena kuantitas, tetapi perbuatan dosa dapat mengalahkan kalian, maka dari itu, menjauhlah kalian dari perbuatan dosa”.

Di Madinah, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu bergumam:

“Demi Allah, akan kusibukkan orang orang Nasrani dari bisikan syaitan mereka dengan kehadiran Khalid bin al-Walid”.

Lalu, dia memerintahkan Khalid bin Walid Radhiyallahu Anhu yang sedang berjihad di Irak bergegas ke Syam. Sesampainya di sana, dia akan dimandati sebagai pimpinan pasukan Muslim. Sebelum berangkat ke Syam, Khalid menunjuk al-Mutsanna bin Haritsah Radhiyallahu Anhu sebagai penggantinya di Irak.

Baru kemudian dia menuju Syam bersama 9.500 prajuritnya. Khalid menempuh jalan yang tidak pernah dilalui orang-orang sebelumnya, supaya perjalanan menjadi singkat. Pasukan ini mengarungi gurun dan padang pasir yang luas, juga menyeberangi lembah-lembah. Untuk itu, Khalid menyewa Nafi bin Umairah at-Tha-i sebagai penunjuk jalan.

Daerah yang pasukan Khalid lalui begitu gersang. Saat kehabisan air, mereka menyembelih unta kemudian memberi minum kuda-kuda dengan air yang tersimpan dalam punuk hewan ini. Akhirnya, mereka tiba di Syam setelah menempuh perjalanan selama lima hari.

Sebelumnya, salah seorang Arab Badui menegaskan kepada mereka tatkala hendak berangkat melalui jalan pintas penuh bahaya tadi: “Jika Anda sampai di pohon ini pada hari ini, maka berarti kalian selamat. Tetapi jika Anda belum sampai di sana pada waktu itu, maka kalian akan celaka”. Mereka pun sampai di tempat yang dimaksud pagi harinya.

Khalid menuturkan:

“Ketika pagi hari tiba, kaum yang berjalan semalaman pun bersyukur”.

Seiring dengan berlalunya zaman, ungkapan ini menjadi peribahasa.

Seorang Nasrani-Arab keluar untuk memata-matai para sahabat tersebut. Lalu dia melaporkan pengamatannya:

“Aku melihat sekelompok orang yang gemar beribadah di malam hari, dan mereka juga merupakan para penunggang kuda yang andal di siang hari. Demi Allah, seandainya putra raja mereka mencuri, niscaya mereka akan memotong tangannya, atau seandainya dia berzina, niscaya mereka akan merajamnya”.

Mendengar hal itu, panglima Romawi berkomentar:

“Jika apa yang kamu katakan itu benar, maka lebih baik kita mati berkalang tanah daripada bertekuk lutut di hadapan mereka”.

Ketika Khalid sampai di Syam, seorang Nasrani-Arab menemuinya seraya berkata:

“Alangkah banyaknya orang Romawi dan alangkah sedikitnya jumlah kaum Muslimin”.


Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Saat Pasukan Romawi Kocar-kacir Lawan Mujahidin-"
Khalid berkata:

“Celakalah kamu, apa kamu berusaha menakut-nakutiku dengan tentara Romawi? Sungguh, pasukan yang menang yang dianggap banyak, dan pasukan yang kalah yang dianggap sedikit, bukan dilihat dari kuantitasnya sebelum kemenangan atau kekalahan itu terjadi. Demi Allah, aku harap kudaku, al-Asyqar, sembuh dari sakitnya dan pasukan Romawi berkurang”.

Panglima Romawi, Haman, meminta dipertemukan dengan Khalid bin al-Walid Radhiyallahu Anhu. Khalid pun keluar untuk menemuinya.

Haman lantas menyatakan:

“Kami tahu betul yang membuat kalian keluar dari kampung halaman adalah kesulitan hidup dan kelaparan. Maka temuilah aku, niscaya akan kuberi setiap orang dari kalian sepuluh dinar, beberapa pakaian, dan bahan makanan. Setelah itu, kalian bisa pulang ke negeri-negeri kalian. Tidak hanya itu, tahun depan kami akan mengirimkan kepada kalian yang semisalnya”.

Khalid menanggapi:

“Apa yang Anda sebutkan tadi bukanlah alasan yang menyebabkan kami keluar dari kampung halaman.”

Kedua pimpinan pasukan itu berpisah, tanpa mencapai suatu kesepakatan. Para pahlawan segera terjun ke medan pertempuran, dan perang pun berlangsung sengit.

Orang Romawi maju ke medan perang seraya mengangkat salib-salib. Suara ribut prajurit-prajuritnya laksana petir. Sedangkan para uskup dan pendeta menyemangati mereka untuk terus bertempur.

Mereka bertempur dengan jumlah dan peralatan perang yang luar biasa. Kaum Muslimin lantas menyerbu balik secara serentak.

Lama mereka bertempur, hingga pasukan Romawi terdesak dan lari kocar-kacir. Perang akhirnya usai dengan kemenangan besar yang diraih umat Islam.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News eramuslim]