Home » » Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global

Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global Indonesia seperti juga beberapa negara di pelbagai belahan dunia, hanya mengandalkan sebuah perusahaan untuk merahasiakan komunikasi negaranya di bidang spionase, kemiliteran maupun diplomasi.

Yaitu Crypto AG Company. Padahal, peralatan-peralatan komunikasi yang dibuat oleh Crypto AG Company, berada dalam kontrol dan pengawasan Badan Intelijen AS CIA.

Crytpo AG Company, mendapatkan kontraknya kali pertama untuk membuat mesin pembuat kode untuk pasukan AS pada Perang Dunia II. Seperti terungkap dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Greg Miller di Washington Post, begitu berhasil meraih reputasi bagus dalam kontrak pertamanya itu, Crypto AG Company kemudian menjadi pembuat perangkat enkripsi yang dominan selama beberapa dekade, menavigasi gelombang teknologi dari roda gigi mekanis ke sirkuit elektronik dan, akhirnya, chip silikon dan perangkat lunak.

For decades, the CIA read the encrypted communications of allies and adversaries.

Namun seperti saya sampaikan di awal tulisan ini, yang tidak diketahui oleh para pelanggannya, sudah tentu termasuk Indonesia, bahwa Crypto AG secara rahasia dimiliki oleh CIA dalam kemitraan yang sangat rahasia dengan intelijen Jerman Barat. Agen mata-mata ini mencurangi perangkat perusahaan sehingga mereka dapat dengan mudah memecahkan kode yang digunakan negara untuk mengirim pesan terenkripsi.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global-"
Melalui kerahasiaan yang dijaga begitu ketat selama berlangsungnya Perang Dingin, akhirnya berhasil terungkap berkat investigasi harian AS The Washington Post dan ZDF, sebuah stasiun radio publik di Jerman. Melalui investigasi Washington Post dan ZDF, berhasil menyingkap bagaimana Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya mengeksploitasi tipu muslihat negara lain selama bertahun-tahun, mengambil uang mereka dan mencuri rahasia mereka.

Operasi tersebut, kali pertama dilancarkan dengan kode “Thesaurus” dan kemudian “Rubicon”, termasuk operasi intelijen a yang paling berani dalam sejarah CIA. Bahkan dalam laporannya CIA menyimpulkan “Pemerintah asing membayar banyak uang kepada AS dan Jerman Barat untuk memperoleh hak istimewa agar komunikasi paling rahasia mereka dibaca oleh setidaknya dua (dan mungkin sebanyak lima atau enam) negara asing.”

Bukan itu saja. Sejak tahun 1970, CIA dan mitra kerjanya yang khusus bertugas sebagai pemecah kodenya, National Security Agency (NSA), mengendalikan hampir setiap aspek operasi Crypto — memimpin dengan mitra Jerman mereka, untuk mengambil keputusan, merancang teknologinya, menyabot algoritmenya, dan mengarahkan target penjualannya. Badan intelijen CIA dan badan intelijen Jerman BND hanya cukup mendegarkan saja.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Indonesia Bersama ASEAN Harus Mencegah Cyber Sebagai Instrumen Untuk Perang Geopolitik Global-"
Mereka memantau para mullah Iran selama krisis penyanderaan 1979 , memberi informasi intelijen tentang militer Argentina ke Inggris selama Perang Falklands , melacak kampanye pembunuhan diktator Amerika Selatan dan menangkap pejabat Libya yang memberi selamat pada diri mereka sendiri atas pemboman disko Berlin 1986.

Namun demikian program itu tetap ada batasnya. Musuh utama Amerika, termasuk Uni Soviet dan China, tidak pernah menjadi pelanggan Crypto. Kecurigaan mereka yang beralasan tentang hubungan perusahaan dengan Barat melindungi mereka dari pengungkapan, meskipun sejarah CIA menunjukkan bahwa mata-mata AS belajar banyak dengan memantau interaksi negara-negara lain dengan Moskow dan Beijing.

Ada juga pelanggaran keamanan sehingga Crypto AG mengundang kecurigaan. Dokumen yang dirilis pada 1970-an menyingkap korespondensi yang luas — dan memberatkan - antara perintis NSA dan pendiri Crypto. Target asing diinformasikan oleh pernyataan ceroboh pejabat publik termasuk Presiden Ronald Reagan. Dan penangkapan seorang penjual Crypto di Iran pada tahun 1992, yang tidak menyadari bahwa dia menjual peralatan yang dicurangi, memicu “badai publisitas” yang menghancurkan dan jadi catatan hitam dalam sejarah CIA.

Namun sejauh mana sebenarnya hubungan perusahaan Crypto AG dengan CIA dan mitra Jermannya BND sampai sekarang tidak pernah terungkap. Badan Intelijen Jerman BND nampaknya mulai mengendus bahaya bahwa sewaktu-waktu rahasia bisa terbongkar. Sehingga pada 1990an memutuskan tidak terlibat lagi dalam operasi bersama CIA.

Namun demikian, CIA membeli saham Jerman dan terus berjalan, memeras Crypto untuk semua nilai spionasenya hingga 2018, ketika agen tersebut menjual aset perusahaan, menurut pejabat saat ini dan sebelumnya.

Meski begitu, operasi Crypto relevan dengan spionase modern. Jangkauan dan durasinya membantu menjelaskan bagaimana AS mengembangkan selera yang tak terpuaskan untuk pengawasan global yang terungkap pada tahun 2013 oleh Edward Snowden.

Operasi tersebut dinilai sukses besar baik oleh CIA maupun BND. Dari sebuah dokumen yang berhasil disingkap lewat kolaborasi investigasi Washington Post dan ZDF, pada 1980-an Crypto menyumbang sekitar 40 persen dari kabel diplomatik dan transmisi lain oleh pemerintah asing yang yang kemudian oleh para cryptanalysts di NSA berhasil diterjemahkan dan ditambang sebagai informasi intelijen yang cukup berharga bagi AS dan negara-negara sekutunya.

Berdasarkan investigasi Greg Miller dan ZDF tadi, sangat beralasa bagi Indonesia maupun negara-negara ASEAN untuk menaruh kekhawatiran bahwa Presiden AS Joe Biden berencana untuk semakin memperkuat kendali kontrol dan hegemoninya di bidang cyberspace dan jaringan telekomunikasi. Indikasi tersebut semakin menguat dengan diangkatnya mantan wakil direktur National Security Agency (NSA) J. Inglis sebagai Direktur Isu-Isu Cyber di Gedun Putih.

Maka itu, Indonesia dan negara-negara mitra ASEAN lainnya, yang ikut serta dalam UN Working Group on International Information Security, harus menghentikan upaya negara-negara blok Barat untuk menjadikan Cyberspace Global sebagai instrument dalam persaingan dan perang geopolitik.

di Tulis Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News theglobal-review]

0 Responses to komentar:

Post a Comment

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Peraturan Berkomentar
[1]. Dilarang menghina, Promosi (Iklan), Menyelipkan Link Aktif, dsb
[2]. Dilarang Berkomentar berbau Porno, Spam, Sara, Politik, Provokasi,
[3]. Berkomentarlah yang Sopan, Bijak, dan Sesuai Artikel, (Dilarang OOT)
[3]. Bagi Pengunjung yang mau tanya, Sebelum bertanya, Silakan cari dulu di Kotak Pencarian

“_Terima Kasih_”