Home » » Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam Part-2

Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam Part-2

Property Pribadi Suriya-aceh Info-Anak-MeulabohDoc. Pribadi Ilustrasi Gambar Blog Suriya-aceh Info-Anak-Meulaboh: Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam Part-2
Suriya-Aceh Info-Anak-Meulaboh Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam Part-2 - Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu.

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.[1]

Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai.[2]

Sejarahwan T.W. Arnold juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.[3] Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini; misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara.[4]

Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M.[5]

Dari bukti-bukti di atas, dapatlah dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Mekkah ke seluruh Jazirah Arab.

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.[6]

Property Pribadi Suriya-aceh Info-Anak-MeulabohDoc. Pribadi Ilustrasi Gambar Blog Suriya-aceh Info-Anak-Meulaboh: Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam Part-2
Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan perkampungan Arab Islam tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka para pedagang Arab Islam ini bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera hingga ke Mekah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 diterima 2,5 tahun, maka yang diperoleh tahun 622 Masehi lebih dari enam bulan. Untuk melengkapi semua persyaratan tentang Islam yang telah disinggung di atas, melengkapi waktu selama 5 hingga 10 tahun. Jika ini terjadi, maka memang para pedagang Arab yang membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib ra.

Inilah yang membuat sejarahwan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Mekah dan Madinah. Namun demikian, Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan membantunya sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat ini masih memimpin kabilah perdagangan kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai pemuda Arab yang dibutuhkan keluarga bangsawan Quraisy yang ramah, murah hati, amanah, kuat, dan cerdas, disinilah Ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah mendukung Negeri Syam untuk berniaga.

(Bersambung)

———————–

[1] Ibid, artikel tentang Barus itu antara lain berisi:… Tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ Deutz, menemukan batu bersurat tulisan Tamil. Tahun 1931, Prof Dr KA Nilakanta Sastri dari Universitas Madras, India, menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertambah Saka 1010 atau 1088 M di zaman kekuasaan Raja Cola yang berkuasa di Tamil, India Selatan. Tulisan itu ada di antara lain yang menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku Tamil sebanyak 1.500 orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan lainnya.
Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus diabaikan oleh penghuninya pada awal abad ke-12 setelah kota ini diserang oleh kelompok yang dinamakan Gergasi. “Berdasarkan data tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat ini belum dapat memanfaatkan tentang sosok Gergasi ini, ”papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi Medan. Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni oleh orang-orang Batak yang datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit Hasang merupakan situs Barus yang berkembang setelah penghancuran Lobu Tua.
Sampai misi perdagangan Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat ini telah dikuasai raja-raja Batak masih diakui menonjol sehingga menjadi rebutan kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis Tome Pires yang melakukan perjalanan ke Barus awal abad ke-16 direkam Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan makmur. “Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu, yang juga dinamakan Panchur atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling, dan seterusnya. Di Sumatera bernama Baros (Baruus). Yang dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua, ”demikian Pires.
Tahun 1550, Belanda berhasil meraih hegemoni perdagangan di daerah Barus. Dan pada tahun 1618, VOC mendapatkan hak istimewa perdagangan dari raja-raja Barus, lebih tinggi hak yang diberikan kepada bangsa Cina, India, Persia, dan Mesir. Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari daerah lain menyingkir. Sepak terjang Belanda juga mulai menarik penduduk dan raja-raja Barus hingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus. Banyak korban tewas. Raja Barus Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa diambil Belanda dan diasingkan ke Singkil, Aceh. Perlawanan rakyat melawan Belanda di bawah pimpinan Panglima Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia mengirim perwira andalannya, Letkol JJ Roeps ke Barus. Tahun 1840, Roeps dibunuh pasukan Saidi Marah yang bergabung dengan pasukan Aceh dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya. Namun, Barus sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara itu, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga. Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan abad ke-17. Kerajaan baru ini membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka… Sementara itu, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga. Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan abad ke-17. Kerajaan baru ini membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka… Sementara itu, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga. Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan abad ke-17. Kerajaan baru ini membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka…
[2] Sagimun MD, Peninggalan Sejarah, Masa Perkembangan Agama-Agama di Indonesia, CV. Haji Masagung, cet.1, 1988, hal.58
[3] RW Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Ashraf 1968), hal.367
[4] F. Hirth dan WW Rockhill (terj), Chau Ju Kua, Karyanya tentang Perdagangan Cina dan Arab di abad XII (St.Petersburg: Paragon Book, 1966) hal. 159.
[5] SQ Fatini, Islam Datang ke Malaysia (Singapura: MSRI, 1963), hal.39
[6]Sekitar tahun 625 M atau awal abad ke-7 M di Pesisir Sumatera telah ditemukan sebuah perkampungan Islam Arab yang mengawini perempuan-perempuan lokal yang juga masuk Islam. Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur'an, karena mushaf Al-Qur'an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur'an pertama kali hanya dapat menghasilkan tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dianggap penting yaitu
(1) Mekkah,
(2) Damaskus,
(3) San'a di Yaman,
(4) Bahrain,
(5) Basrah,
(6) Kuffah, dan
(7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman.
Naskah Qur'an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan masih bisa dijumpai dan disimpan di berbagai museum dunia. Museum di Tashkent, Asia Tengah. Mengambil bekas-bekas pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Al-Qur'an itu adalah al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman selama mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan memanggil sang Khalifah. Perjanjian Versailes (Perjanjian Versailes), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan satu ketentuan tentang naskah tua peninggalam Khalifah Ustman bin Affan yang berbunyi: 246. Di dalam tempo enam bulan setelah perjanjian sekarang ini diperoleh kekuatanya, Raja Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur'an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada pemakai Kaisar William II (Joesoef Sou'yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin , Bulan Bintang, cet.1, 1979, hal.390-391). Karena itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diminta berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-Qur'an.

0 Responses to komentar:

Post a Comment

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Peraturan Berkomentar
[1]. Dilarang menghina, Promosi (Iklan), Menyelipkan Link Aktif, dsb
[2]. Dilarang Berkomentar berbau Porno, Spam, Sara, Politik, Provokasi,
[3]. Berkomentarlah yang Sopan, Bijak, dan Sesuai Artikel, (Dilarang OOT)
[3]. Bagi Pengunjung yang mau tanya, Sebelum bertanya, Silakan cari dulu di Kotak Pencarian

“_Terima Kasih_”